Pemulihan Fobia Dengan Hipnoterapi

Sebulan lalu aku pergi ke sebuah klinik hipnoterapi. Sudah setahun aku merasa takut melihat toilet, lemari, kolong meja, tempat-tempat yang gelap, tempat-tempat yang sempit. Istilah untuk perasaan takut tersebut adalah klastrofobia. Aku memang berniat untuk pergi ke seorang terapi karena aku sudah tidak tahan dengan rasa takut yang ada di kepalaku. Banyak sekali kesempatan yang sudah terlewatkan gara-gara rasa takut itu. Aku ingin memperbaiki dan memperbaharui jalan hidupku tanpa ada rasa takut.

Di ruangan sang terapis, aku disuruh menceritakan apa yang kutakutkan sebenarnya. Aku menceritakan apa yang terjadi setahun yang lalu. Tiba-tiba aku menangis, terapis bertanya kenapa aku menangis. Aku sangat menyesal bisa mengenal orang-orang yang sudah membuatku begini. Tahun lalu, aku sangat kelelahan melakukan 2 pekerjaan sekaligus. Siang hari aku jadi pegawai kantor. Setelah jam kerja selesai, aku harus berlari mengejar kereta supaya bisa tiba sebelum kelas dimulai. Perjalanan Jakarta - Depok menjadi rutinitas. Aku benar-benar kelelahan dengan hidupku, dan aku tidak punya waktu mencampuri urusan orang lain.

Fase demi fase terapi kujalani, tiba-tiba aku merasa mentok alias jalan buntu. Aku ingin keluar dari kegelapan yang menyelimutiku namun aku tidak membuka pintu yang ada di hadapanku. Terapis bertanya kenapa, dan kujawab aku tidak tahu.

Ya, aku tidak tahu kenapa aku tidak membuka pintunya padahal aku tidak ingin berada dalam kegelapan. Lalu kemudian aku teringat pelecehan yang kuterima di Flores pada tahun 2012. Pengalaman buruk tersebut sempat membuatku marah, kecewa, sampai rasa-rasanya ingin balas dendam.

Kejadian di Flores berawal ketika Agustinus menawarkan bantuan untuk numpang di mobilnya. Agustinus adalah seorang laki-laki asal Maumere yang berprofesi sebagai sopir travel sekaligus pemandu wisata. Singkat cerita, saat itu instingku mengatakan bahwa malam itu Agustinus ingin melakukan sesuatu yang buruk terhadapku. Lalu aku minta bantuan ke warga lokal. Sepertinya dia merasa marah, lalu menyebarkan fitnah bahwa aku adalah seorang perempuan tidak benar ke rekan-rekannya.

Kupikir, kejadian itu hanya berlaku di Riung. Tapi ternyata semua rekannya yang tersebar di seluruh Flores sudah mengetahui cerita tersebut. Di Ende, seorang temannya datang mengetuk pintu kamarku pada pukul 2 subuh. Aku tidak membukakan pintu. Ketika mencoba menelepon bapak yang punya penginapan, ternyata telepon selulernya mati. Karena si brengsek itu terus mengedor-ngedor pintu sambil mengatakan sudah bukakan pintu, akhirnya aku teriak. Si brengsek itu tiba-tiba kaget, spontan dia mengatakan: maaf, saya pikir bule. Dasar brengsek, dari tadi dia pakai bahasa Indonesia dan memerintahkanku membukakan pintu.

Di kamar terapi, aku memaafkan Agustinus, aku memaafkan diriku. Aku sangat menghormati diriku, aku tidak seperti tuduhan jahat mereka. Aku tidak perlu marah, aku hanya perlu memaafkan.

Seiring waktu, aku sudah semakin kuat. Aku tidak lagi menderita klastrofobia. Tadinya ada ruang kosong di kepalaku gara-gara dicekokin cerita-cerita negatif, sekarang aku malah tidak lagi merasakan ruang kosong tersebut. Aku sudah bisa fokus terhadap hidupku. Aku sudah bebas memikirkan masa depanku yang indah. Banyak hal yang ingin kulakukan di dalam hidupku.

Efek lainnya, gara-gara kejadian di Flores itu, aku jadi ogah jalan-jalan apalagi seorang diri. Mungkin aku masih trauma karena kejadian tersebut. Sekarang, aku malah jadi ingin pergi jalan-jalan lagi, tidak masalah kalau hanya sendiri. Lagian apa yang harus ditakutkan. Yang penting lain kali hati-hati saja kalau mau melangkah dan bertindak.

Tidak sia-sia aku datang dari Depok ke Bekasi untuk memulihkan rasa takut yang sebenarnya adalah sesuatu yang tidak nyata dan harus kita lepaskan dari pikiran kita.

Ah... aku jadi ingin pergi jalan-jalan lagi.

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

Setahun Setelah Keliling Indonesia