Tujuan Hidup
Kalau ditanya apa tujuan hidupmu? Banyak sekali orang yang tidak bisa menjawabnya. Bahkan baru mulai memikirkannya saat ditanya.
Dua tahun yang lalu, seorang pria asal Kanada bertanya padaku, "What do you want to do in your life? I mean in the future."
Lalu kujawab, "Happy. I just wanna be happy in my life."
Pria tersebut tidak mengatakan apa-apa. Namun terlihat sekali dia kecewa dengan jawabanku. Mungkin dia mengharapkan jawaban yang spektakuler.
Sejak aku lulus kuliah di umur 20, aku sudah mengalami banyak hal dalam hidupku. Selama bertahun-tahun, aku mengejar ambisiku menjadi wanita karir. Aku juga pernah menghadapi masa-masa sulit ketika karirku hancur tak bersisa. Belum lagi kegagalan-kegagalanku dalam percintaan. Aku pernah depresi ketika ibuku meninggal dan marah kepada Tuhan kenapa ini bisa terjadi. Aku juga pernah bersyukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan ketika impian-impianku satu per satu menjadi kenyataan.
Aku sudah mengalami banyak hal dalam hidupku yang seperti roller coaster ini. Pada akhirnya, aku tidak berambisi lagi menjadi wanita karir. Aku hanya ingin hidup mengikuti kemana aliran sungai kehidupan ini membawaku. Aku ingin hidupku berjalan dengan seimbang. Aku ingin berprestasi, namun aku juga tidak mengabaikan keluargaku. Yang terutama, aku ingin hidup berguna bagi orang lain. Aku ingin hidup berbagi dengan orang lain. Hal itulah yang membuatku merasa bahagia.
Dalam bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life, Rick Warren menuliskan bahwa jika orang memiliki tujuan hidup, dia akan membuat hidupnya lebih berarti.
Nah, aku jadi berpikir. Tujuan hidupku kan ingin bahagia, padahal sudah jelas tidak ada metrik untuk mengukur kebahagian. Jadi apakah bahagia bisa dijadikan tujuan hidup?
Ada sebuah survei yang dilakukan diantara mahasiswa Harvard. Hanya 2% dari antara mahasiswa tersebut yang menuliskan tujuan hidupnya secara tertulis. Dua puluh tahun kemudian, ternyata responden yang berjumlah 2% tersebut yang berhasil menjadi orang sukses. Sebenarnya tidak ada sumber yang jelas mengenai survei ini, jadi bisa saja sebenarnya survei ini tidak benar. Namun demikian, sudah beberapa kali aku mendengar beberapa orang pembicara mengatakan bahwa kalau kita ingin jadi sukses, kita harus menuliskan cita-cita kita.
Ah, aku jadi teringat daftar 30 hal yang ingin kulakukan sebelum umur 30. Salah satunya adalah ingin keliling Indonesia dan sudah menjadi kenyataan. Apa mungkin karena aku menuliskannya?
Dua tahun yang lalu, seorang pria asal Kanada bertanya padaku, "What do you want to do in your life? I mean in the future."
Lalu kujawab, "Happy. I just wanna be happy in my life."
Pria tersebut tidak mengatakan apa-apa. Namun terlihat sekali dia kecewa dengan jawabanku. Mungkin dia mengharapkan jawaban yang spektakuler.
Sejak aku lulus kuliah di umur 20, aku sudah mengalami banyak hal dalam hidupku. Selama bertahun-tahun, aku mengejar ambisiku menjadi wanita karir. Aku juga pernah menghadapi masa-masa sulit ketika karirku hancur tak bersisa. Belum lagi kegagalan-kegagalanku dalam percintaan. Aku pernah depresi ketika ibuku meninggal dan marah kepada Tuhan kenapa ini bisa terjadi. Aku juga pernah bersyukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan ketika impian-impianku satu per satu menjadi kenyataan.
Aku sudah mengalami banyak hal dalam hidupku yang seperti roller coaster ini. Pada akhirnya, aku tidak berambisi lagi menjadi wanita karir. Aku hanya ingin hidup mengikuti kemana aliran sungai kehidupan ini membawaku. Aku ingin hidupku berjalan dengan seimbang. Aku ingin berprestasi, namun aku juga tidak mengabaikan keluargaku. Yang terutama, aku ingin hidup berguna bagi orang lain. Aku ingin hidup berbagi dengan orang lain. Hal itulah yang membuatku merasa bahagia.
Dalam bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life, Rick Warren menuliskan bahwa jika orang memiliki tujuan hidup, dia akan membuat hidupnya lebih berarti.
Nah, aku jadi berpikir. Tujuan hidupku kan ingin bahagia, padahal sudah jelas tidak ada metrik untuk mengukur kebahagian. Jadi apakah bahagia bisa dijadikan tujuan hidup?
Ada sebuah survei yang dilakukan diantara mahasiswa Harvard. Hanya 2% dari antara mahasiswa tersebut yang menuliskan tujuan hidupnya secara tertulis. Dua puluh tahun kemudian, ternyata responden yang berjumlah 2% tersebut yang berhasil menjadi orang sukses. Sebenarnya tidak ada sumber yang jelas mengenai survei ini, jadi bisa saja sebenarnya survei ini tidak benar. Namun demikian, sudah beberapa kali aku mendengar beberapa orang pembicara mengatakan bahwa kalau kita ingin jadi sukses, kita harus menuliskan cita-cita kita.
Ah, aku jadi teringat daftar 30 hal yang ingin kulakukan sebelum umur 30. Salah satunya adalah ingin keliling Indonesia dan sudah menjadi kenyataan. Apa mungkin karena aku menuliskannya?
Comments
Post a Comment