Keliling Indonesia: perjalanan yang tak terlupakan

Ada yang pernah bilang begini seringkali orang tidak bisa melupakan kenangan yang indah dalam hidupnya. Yup, aku setuju sekali. Walaupun sudah 2 tahun berlalu, rasa-rasanya seperti baru 2 hari yang lalu kejadiannya.

Kangen... seringkali aku merindukan momen-momen selama perjalanan tersebut. Masih ada keinginan untuk melakukan perjalanan semacam itu lagi. Tapi entah kapan kesempatan itu akan datang lagi.

Waktu itu, aku begitu senangnya bahwa akhirnya impian masa kecilku menjadi kenyataan. Aku sangat bersyukur pada langit karena memang tidak pernah terbayang dalam pikiranku hal itu akan benar-benar jadi kenyataan.

Aku terus bergerak mengikuti irama. Aku hanya mengikuti kata hatiku. Hal-hal yang pernah terlintas dalam benakku sejak aku masih kecil menjadi kenyataan satu per satu. Oh Tuhan, terima kasih. Terima kasih. Rasa syukur membuncah di dalam dada ini.

Ketika aku pulang ke Jakarta, aku semakin menyadari bahwa perjalanan tersebut bukan hanya sekedar mewujudkan impian masa kecilku, pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuiku selama satu dekade terakhir terjawab sudah.

Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Aku seringkali cemburu melihat seorang ayah memeluk anak gadisnya. Aku juga ingin merasakan hal yang sama. Aku belum puas dipeluk ketika masih kecil. Walaupun aku sudah bertumbuh dewasa, aku masih ingin dipeluk oleh ayahku.

Di pulau Komodo, di hari kedua aku tinggal di rumah pak haji Abidin, pak haji mengatakan bahwa aku sudah seperti anak di rumah tersebut. Beliau juga berpesan kepada pegawai taman nasional untuk menjaga anak gadisnya dengan baik supaya jangan sampai kena gigit komodo. Setelah seminggu, dan aku pamit untuk kembali ke Labuan Bajo, beliau berterus terang menginginkanku jadi menantunya karena beliau ingin aku tinggal di rumah itu selamanya.

Di desa Moni, bapak John memperlakukanku seperti keluarga. Pada saat jam makan, beliau selalu meneleponku untuk makan bersama. Ketika aku pamit ingin pergi ke danau Kelimutu dan belum kembali sampai hampir malam, beliau meneleponku apakah aku aman-aman saja dan bertanya kenapa aku belum pulang ke penginapan. Beliau memperlakukanku seperti seorang ayah dengan anaknya.

Di desa Takpala, seorang bapak menangis tersedu-sedu di sudut rumah karena aku pamit ingin menghabiskan beberapa hari di pulau Kepa. Aku merasa bosan di desa dan ingin pergi menyelam di Kepa. Lalu ketika aku sudah membeli tiket kapal pelni (sudah saatnya kembali ke Jakarta setelah sebulan tinggal bersama mereka), beliau tidak bisa menahan air matanya dan tidak henti-hentinya menangis bahkan ketika aku sudah tiba di Jakarta. Beliau tidak mau menerima salam perpisahan dariku karena beliau menganggap itu adalah salam perpisahan untuk selamanya. Dia masih ingin melihatku atau kalau boleh aku tinggal selamanya bersama mereka.

Terima kasih Tuhan bahwa sebenarnya aku tidak kehilangan cinta seorang ayah. Memang tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi ayah kandungku di dalam hatiku. Tapi aku punya ayah angkat yang memperlakukanku seperti anak kandung. Yang mencintaiku dengan tulus. Yang menangis untukku karena tidak merelakan aku pergi meninggalkan mereka.

Aku pernah liburan bersama keluarga dari Perancis, seorang ayah bersama anak gadis. Di depan mataku, aku melihat keakraban mereka. Berkali-kali. Sang ayah sangat mencintai anak gadisnya. Entah sudah berapa kali dia memeluk anaknya persis di depanku. Ternyata tidak ada rasa cemburu di dalam hatiku. Aku malah senang melihat adegan tersebut. Di dalam hatiku, gadis muda itu pasti sangat bersyukur karena dia sangat dicintai oleh ayahnya dan masih bisa menikmati kasih sayang dari ayahnya.

Ketika kita sudah mengiklaskan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup kita, ternyata kita akan menjalani hidup ini dengan lebih ringan. Bapak, semoga jiwamu tenang disana. Dad, may your soul rest in peace. Walaupun berkali-kali aku mengatakan ingin dipeluk, aku sudah iklas. Pak, kenangan akan dirimu ada di posisi terhormat dan terindah di dalam hati dan jiwaku.

Setelah perjalanan 6 bulan tersebut dan banyak menghabis waktu dengan warga lokal, aku semakin yakin suatu hari nanti aku ingin menjadi seorang pengajar di daerah terpencil. Sudah lama aku memikirkan hal ini, namun aku masih ragu-ragu apakah aku benar-benar ingin melakukannya atau hanya karena ingin ikut-ikutan saja. Sekarang aku benar-benar yakin apa yang ingin kulakukan suatu hari nanti.

Walaupun saat ini aku sepertinya sangat berfokus dengan kuliahku, namun keinginan untuk melanjutkan perjalanan itu belum padam. Masih membara di dalam sanubari ini. Hanya saja aku mungkin lebih bisa mengendalikan diri ketika tiba-tiba keinginan untuk pergi lagi muncul di dalam kepala ini.

Ketika kesempatan itu datang, aku ingin melakukan perjalanan bersama pasanganku. Perjalanan berikutnya, aku tidak ingin sendiri lagi. Aku tidak ingin menjadi solo traveler lagi.

Dua tahun yang lalu, persis pada jam segini aku sedang menikmati pantai Amal bersama teman-teman baruku di Tarakan, Kalimantan Utara. Sementara saat ini aku sedang menulis artikel ini di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Aku benar-benar merindukan masa-masa itu.

Salam hangat selalu :)

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat