16) Selamat tinggal cinta pertamaku

Ilustrasi
Aku pernah baca buku yang bilang untuk menghilangkan trauma, kita harus mengulang kejadian tersebut. Sebaiknya aku turun dan jalan-jalan di Sorake. Aku berdiam diri cukup lama di tempat kejadian. Aku mencoba mengingat kembali apa yang terjadi tadi pagi. Namun, awan kelabu terus menutupi alam pikiranku. Aku benar-benar tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi. Yang kuingat persis hanyalah aku ketakutan setengah mati. Dan itu masih kurasakan saat ini. Rasa takut itu masih begitu kuat melekat di dalam diriku.

Aku duduk merenung. Aku mengamati para peselancar yang bermain-main di atas ombak dan seakan-akan sedang menari mengikuti irama. Aku iri melihat mereka. Aku begitu inginnya bisa berselancar seperti mereka. Tapi kenyataannya sekarang, keberanianku sudah tidak ada lagi. Bahkan keinginanku untuk bisa seperti mereka sudah berubah menjadi keengganan.

Ketika ibuku meninggal, semangat hidupku merosot drastis. Aku benar-benar ingin mati. Kedua orang tuaku sudah tenang di alam sana, aku pun ingin ikut merasakan ketenangan itu. Aku sudah terlalu letih dengan semua rasa sedih yang kurasakan. Aku berdoa secara khusus dan khusuk supaya malaikat pencabut nyawa memilihku. Tapi ternyata, aku tidak berada di dalam daftar sang malaikat. Hari ini - saat ini - kesempatan untuk mati sudah datang. Tapi yang terjadi adalah aku belum mau mati. Sebagaimana aku memohon-mohon supaya aku tidak mati tadi pagi, begitu jugalah tahun lalu aku juga memohon-mohon supaya aku mati saja. Namun, apapun itu, waktuku belum tiba. Hidupku terus berlanjut.

"Hidup terus berlanjut", kata-kata ini mengingatkanku akan cinta pertamaku. Kenangan tentang dirinya muncul ke permukaan. Sejujurnya aku memang tidak pernah bisa melupakannya. Sedetik pun tidak pernah. Bayangannya selalu menghantuiku. Sudah 1,5 tahun berlalu namun aku belum bisa benar-benar melupakannya. Seringkali aku terbangun tengah malam lalu menangis meraung-raung karena begitu merindukannya. Dadaku sesak sekali, aku benar-benar merindukannya.

Tapi sekarang, aku ingin melanjutkan hidupku. Aku tidak ingin lagi menangisi bayangan yang bahkan aku tidak tahu apakah dia akan kembali atau tidak. Aku ingin menangisinya untuk yang terakhir kalinya. Kali ini benar-benar untuk yang terakhir kalinya. Selanjutnya tidak boleh ada lagi tangisan tengah malam karena tiba-tiba merindukannya.

Aku ingin pergi ke sebuah tempat dimana aku ingin melakukan perpisahan dengan bayangannya. Sorake walaupun sepi tapi tempat ini tidak cocok untuk melakukannya. Jam segini, di Lagundri biasanya tidak ada orang. Aku ke Lagundri saja. Aku sengaja memilih tempat yang aku yakin sekali tak akan ada seorang yang akan kesana. Dengan pemandangan samudra Hindia, aku duduk di pantai dan mulai bernostalgia.

Seorang cowok sedang berdiri di depan kantorku. Dia sedang berbicara di telepon. Aku memandanginya sambil bertanya-tanya dalam hati kenapa dia menelepon di depan kantor orang lain. Lalu tiba-tiba dia melihat ke arahku. Mata kami saling menatap. Dan dia terus memandangiku sampai aku masuk ke dalam kantorku. Begitulah pertemuan kami pertama kali. Di tahun 2009. Sejak saat itu kami makin sering bertemu.

Kenangan yang tak terlupakan sampai hari ini adalah sebuah kejadian di bulan Desember. Sudah menjadi kebiasaan perusahaan dimana dia berkerja untuk memasang hiasan-hiasan sesuai dengan perayaan yang sedang terjadi. Karena sedang Natal, mereka memasang bunga-bunga Mistletoe di sepanjang selasar.

Kami tidak sengaja bertemu di selasar. Aku sedang berjalan sambil menunduk. Ketika aku mengangkat wajahku, langkahku terhenti seketika itu juga. Dia berdiri persis di depanku. Dia menatapku. Aku menatapnya.

Tidak ada kata yang terucap. Hanya mata kami yang saling menatap begitu dalam. Jantungku rasanya berhenti seketika. Bahkan bumi pun berhenti berputar. Hanya ada aku dan dia.

Entah sudah berapa lama kami saling diam dan bertatapan, tiba-tiba seorang temanku memanggilku. Pada saat itu aku tersadar dan kembali ke dunia nyata. Aku ingin tersenyum padanya, tapi senyum yang sudah kulatih berkali-kali di depan cermin hilang begitu saja. Lalu aku berlari menghampiri temanku.

Aku lupa kapan persisnya kami pertama kali kami mulai saling berbicara. Aku hanya ingat waktu itu dia melihatku sedang berjalan di selasar. Dia berlari mengejarku, lalu persis di belakangku dia memanggil sebuah nama. Aku berhenti lalu membalikkan badan. Aku tidak melihat seorang pun di selasar. Hanya kami berdua. Siapa yang dia panggil? Kalau dia memang sedang memanggilku, itu bukan namaku.

Akhirnya aku tahu bahwa nama yang tadi dia panggil itu adalah sebuah istilah dalam bahasa daerah yang artinya ratu. Walaupun dia memanggilku demikian karena belum tahu namaku, tetap saja aku klepek-klepek, hehe.

Dia bukan orang pertama yang pernah kucintai. Dia juga bukan pacar pertamaku. Tapi dialah pria pertama yang membuka kesadaranku bahwa aku wanita. Sejak mengenalnya, aku mulai menampilkan sisi-sisi feminim yang ada dalam diriku. Dia adalah cinta pertamaku.

Siang itu serasa mimpi di siang bolong ketika seorang teman kerjanya mengatakan bahwa kemarin dia pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Memang, beberapa hari terakhir sikapnya aneh sekali. Walaupun aku tidak pernah tahu kapan tepatnya dia akan pergi, tapi aku tidak menyangka dia akan pergi secepat ini. Aku bodoh sekali sekaligus merasa sangat egois. Aku hanya fokus pada perasaanku. Aku tidak peka akan hal-hal yang selalu ingin dia sampaikan padaku. Dia adalah seorang tipikal cowok pendiam yang butuh waktu lama untuk menyampaikan sesuatu.

Keesokan harinya aku terkena alergi kulit semacam biduran. Selama 3 bulan aku menderita alergi. Karena sudah tidak tahan lagi, aku pergi ke dokter kulit. Dokter memberikan beberapa pertanyaan kepadaku. Apakah dalam 6 bulan terakhir aku memakan makanan yang seharusnya tidak bisa kumakan? Kujawab tidak. Apakah aku baru saja pindah tempat tinggal yang baru dan kemungkinan tempat tinggal yang baru kurang bersih? Jawabannya tidak. Aku sudah tinggal di rumah yang aku tinggali sekarang selama 5 tahun. Adakah hal-hal baru yang kujalani 6 bulan terakhir? Jawabannya tidak ada. Rutinitasku begitu-begitu saja dan tidak ada hal baru. Apakah aku tertekan di tempat kerja? Kujawab tidak. Lalu dokter memberikanku obat dan mengatakan bahwa minggu depan aku harus kembali lagi ke rumah sakit untuk melakukan rangkaian tes darah dan urin.

Setelah mendengar pertanyaan terakhir, akhirnya aku tahu kenapa aku terkena alergi kulit. Aku tidak punya pantangan makanan dan dalam 6 bulan terakhir aku tidak pernah mencoba makanan yang belum pernah kumakan. Tempat tinggalku juga tidak menjadi lebih kotor akhir-akhir ini. Stres. Ya aku sedang tertekan. Tapi bukan karena kerjaan, melainkan karena seseorang baru saja meninggalkanku. Aku pun memutuskan tidak akan kembali ke rumah sakit minggu depan karena aku sudah tahu apa penyebabnya.

Kenapa dia tidak pamit padaku? Padahal ada hal yang sangat penting yang belum kuungkapkan padanya. Walaupun dia tahu aku menyukainya. Tapi aku belum sempat mengatakan bahwa aku mencintainya.

Pada suatu malam, ketika aku sedang dalam perjalanan pulang, aku melihatnya. Daerah itu adalah daerah kantor-kantor kedubes, jadi sebenarnya aneh kalau ada orang yang berjalan di sekitar situ. Tapi karena aku tidak ingin kehilangan dirinya, aku turun dari angkot dan berlari mengejarnya. Tapi aku tidak menemukannya. Kemana dia pergi? Apakah tadi aku cuma berhalusinasi? Aku yakin sekali yang kulihat barusan itu dia. Benar-benar dia. Aku sudah mencarinya kemana-kemana, tak ada tanda-tanda orang di sekitar situ. Setiap hari selama seminggu aku datang ke tempat yang sama, tapi sia-sia.

Aku merindukannya. Sangat merindukannya. Sampai aku benar-benar lelah karena tiap detik merindukannya. Sampai saat ini pun aku belum bisa melupakan dirinya. Apa yang harus kulakukan?

Oh, aku benar-benar tersiksa. Aku menunggu dan terus menunggu. Aku terbelenggu dalam bayangan. Aku hanya berharap kami menyelesaikan apa yang sudah kami mulai, bukannya meninggalkanku begitu saja. Walaupun selama ini aku egois, tapi aku juga punya perasaan. Sakit sekali perasaanku setelah kau pergi begitu saja.

Sekarang pergilah. Bahkan bayanganmu pun pergilah dari hidupku. Aku ingin melanjutkan hidupku. Hanya karena aku masih mencintaimu, hanya karena masih berharap kau kembali padaku, aku tidak bisa menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Jadi sekarang tolong tinggalkan aku. Kasihanilah aku. Aku ingin dicintai oleh laki-laki yang nyata, bukan sekedar bayangan. Jangan pernah lagi singgah di mimpiku. Selamat tinggal untuk selamanya.

Walaupun aku masih berharap kita bisa bertemu suatu hari nanti, tapi sekarang aku benar-benar ingin melepaskanmu. Selamat tinggal cinta pertamaku. Selamat tinggal masa laluku. Biarlah Lagundri menjadi saksi bahwa aku sudah terbebas dari bayang-bayangmu yang selama ini selalu menghantuiku.

Comments

  1. "Tapi sekarang aku benar-benar ingin melepaskan mu" setuju!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. btw udah move on gak nih???
      klo aku udah siap untuk jatuh cinta lagi, hehe....

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat