13) Romantisme ala Pulau Nias
Mungkin inilah yang disebut dengan jodoh. Ketika aku sedang duduk istirahat di rumah Sanaly, seorang anak kecil datang menghampiriku. Anak yang masih berusia 5 tahun itu langsung menyukaiku dan aku pun menyukainya. Seketika itu juga aku langsung akrab dengan Anisa, anak Sanaly yang paling kecil. Kebetulan sekali, nama kami mirip.
Sejak detik pertama kami bertemu sampai aku meninggalkan Sorake, kami tidak bisa terpisahkan. Dia selalu berada di sekitarku. Dia selalu ingin menceritakan banyak hal denganku walaupun sebenarnya banyak kata yang dia ucapkan tidak bisa kumengerti.
Sehabis mandi sore dia langsung naik ke penginapan. Dia duduk di pangkuanku dan aku berusaha menyimak semua yang dia ceritakan padaku. Ketika kami sedang berbincang-bincang, datanglah salah satu cowok tetangga kamarku itu.
"Is she your daughter?"
Kaget. Tiba-tiba dia mengajukan pertanyaan yang aneh itu. Awalnya kupikir kami akan berkenalan dengan saling menyebutkan nama sebagaimana normalnya.
"No...."
"How old are you?"
Jujur, aku masih syok. Tiba-tiba saja ada seorang pria yang tidak kukenal langsung mengintrogasiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang aneh. Sepanjang aku pernah berkenalan dengan orang baru, belum pernah ada yang menanyakan umurku. Seperti layaknya sebuah perkenalan, yang biasa ditanyakan adalah nama, setelah itu asal. Dia bahkan tidak tahu siapa namaku, tapi dia ingin sekali tahu berapa umurku.
"Guess!"
"Tell me how old are you!"
"Just guess."
"18."
"What? No, I am not 18. How come I am 18 and I have a daughter."
"It's normal, you know. A girl married in 15 and then having a kid in her age."
"Ya ya, but she is not my daughter."
"So, whose daughter?"
"Sanaly's daughter."
"Oh I see."
"So you. How old are you?"
"I am 35."
"Okay, but I am not 18. I am 26."
"Are you married?"
"Not yet. Do I look like a married woman?"
"Nope. But who knows?"
"Yeah, but I am still single."
"Any way, what's your name?"
"Oh, my name is Rikardo."
"I am Asina. Nice to meet you."
"Nice to meet you too."
Begitulah perkenalanku dengan Rikardo. Hal tersebut merupakan perkenalan terunik yang pernah kualami selama hidupku. Aku tertawa mengingat kejadian tersebut. Namun demikian, di dalam hati aku merasa senang, dia tidak butuh informasi mengenai siapa aku, dia hanya butuh informasi apakah aku masih available atau tidak ^_^.
Selesai makan malam, kami bertemu lagi di penginapan. Kali ini dia bersama teman sekamarnya. Di detik pertama aku bertemu dengan pria itu, aku langsung terpesona. Wajahnya 11-12 dengan Kaka pemain bola itu.
"Hi"
"Hi. Bernardo."
"I am Asina. You are from?"
"We are from Brazil."
"Aha Brazil. Latino guys."
"Where do you come from?"
"I'm from Jakarta."
"Oh, the capital. So you are a big city girl, huh ?!"
Aku tersenyum mendengarnya. Entahlah, aku tidak yakin lagi apakah istilah itu masih menarik bagiku. Wanita dari kota metropolitan.
"What about you? Where do you live in Brazil?"
"I live in a small island. Its name is Santa Catarina island. It's popular for surfing just like Nias."
"I see. It's a beautiful island I think."
"No doubt."
"You are lucky live in a place like that."
Dengan mukanya yang lucu dan ganteng, Bernardo memberikan ekspresi untuk menyatakan 'begitulah'.
"What about you, Rikardo? Where do you live in Brazil?"
"I live in Rio de Jenairo."
"Ah, the city. You know I heard much about Rio. I hope someday I can go to Brazil. I wanna see the statue of Jesus and what's the name of the popular beach?"
"Copacabana."
"Yes, that beach. It's a popular beach, right?"
"Yes but too many prostitutes," dia mengatakannya dengan ekspresi tidak suka.
"Yeah, well, I think it's always be a problem in a tourism place. Prostitute."
"So, what do you do?"
"Me. Well, I am web developer. You?"
"I am a business manager."
"Wow, it's great. So you are a busy man, huh?"
"I love my job."
"I am sure of that. It's a cool job. And you Bernardo, what do you do?"
"I am a surfing instructor."
"Really? It's cool."
"Yeah, it's a cool job. I am cool, too."
Haha, cowok ganteng yang satu ini ternyata narsis juga.
Sepanjang malam itu kami berbincang-bincang tentang tempat tinggal kami, pekerjaan, dan perjalanan kami. Rikardo dan Bernardo akan berlibur di Indonesia selama lima minggu. Pertama kali menginjakkan kaki ke Indonesia, mereka pertama kali menuju G-land. Setelah menghabiskan seminggu yang sangat berkesan di G-land, berikutnya mereka menuju Nias. Dan disinilah mereka sekarang berada.
Rencananya mereka akan seminggu di Nias, setelah itu terbang ke Bali. Perjalanan mereka khusus hanya ingin berselancar. Keren sekali bukan jika kita bisa fokus di satu bidang yang benar-benar kita sukai ?!
Mereka berdua tidak membawa telepon seluler. Lalu aku tanya bagaimana mereka akan memberitahu keluarga mereka bahwa mereka baik-baik saja. Mereka bilang biasanya mereka meminjam telepon seseorang atau kirim email. Ok, baiklah, aku terkesan dengan ide untuk tidak membawa telepon seluler saat liburan. Ketika di Bukit Lawang, liburanku sedikit ternodai karena ada SMS yang tidak mengenakkan hati. Tapi memang, aku langsung melupakan isi SMS tersebut karena aku ingin benar-benar menikmati liburanku. Suatu hari nanti, kalau ingin liburan lagi, sepertinya aku tidak akan membawa telepon seluler lagi.
Malam itu, Rikardo secara terang-terangan menunjukkan sikap
tertariknya kepadaku. Sementara aku diam-diam menyukai Bernardo yang
ganteng.
Karena sudah semakin larut dan kami juga sudah mengantuk, kami saling mengucapkan selamat malam dan sampai ketemu besok pagi.
Pagi-pagi jam 6, mereka biasanya sudah bangun dan menikmati udara pagi dengan bersantai di tempat tidur gantung di depan kamarku. Hmmm, hammock lagi. Sepertinya perjalanan 16 hariku ini tidak lepas dari hammock. Di Tangkahan, aku menemukan hammock. Di Bukit Lawang juga begitu. Sekarang di Nias juga ada hammock.
Dari dalam kamarku, aku memperhatikan Bernardo yang sedang tiduran di tempat tidur gantung di depan kamarku. Apakah dia sudah punya pacar? Tapi selama aku sudah mengenalnya dan banyak berbincang-bincang dengannya, tidak pernah sekalipun dia menyebutkan kata 'pacar'. Di suatu sore dia pernah meminjam telepon selulerku, dia tidak mengatakan ingin memberitahu kabarnya kepada pacarnya tapi kepada temannya di Brazil.
Lalu ketika melihat Rikardo, aku cukup terkesan dengan segala macam usaha yang dia lakukan untuk mendekatiku. Dia secara terbuka menunjukkan isi hatinya. Kadang aku berpikir apakah dia benar-benar menyukaiku atau dia hanya sedang ingin mencoba usaha untuk bisa bersenang-senang denganku selama Nias.
Seandainya dia benar-benar menyukaiku, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku takut sekali memberikan hatiku kepada orang lain. Walaupun sudah satu setengah tahun berlalu, aku masih belum bisa melepaskan cinta pertamaku. Selain itu, dia tinggal di Rio sementara aku di Jakarta. Kami tinggal di belahan bumi yang berbeda. Kami dipisahkan oleh samudra dan benua yang luas. Jarak dan waktu membuat kami hidup di dunia yang saling berjauhan.
Pada suatu malam, Bernardo ingin menyalin file-file gambar yang ada di MacBooknya ke MacBook Rikardo, namun segala macam cara mereka coba selalu gagal. Ketika aku baru saja tiba di penginapan, Bernardo lalu bertanya padaku apakah aku punya memory stick. Aku sedang berpikir memory stick itu apa. Saat itu juga Bernardo langsung menyerangku, "Percuma kau bilang kerja di bidang komputer tapi kau tidak tahu apa itu memory stick."
Sialan betul orang ini. Wajah ganteng tapi lidahnya tajam juga.
"Yes, I said I am a web developer, but it doesn't mean I am good in hardware [diucapkan: hadwer]."
"Hadwer. What is hadwer?"
"Hadwer. Don't you know hadwer? Hadwer is hardware, includes the memory stick you asked me."
"Yeah, but I don't understand what hadwer is."
Rikardo yang dari tadi membaca di tempat tidur gantung, tiba-tiba menyeletuk, "May be, she means hardware [diucapkan: hรคrdหwe(ษ)r] in stead of hadwer."
"Yeah it is, I pronounce it with my dialect."
Haha, ternyata ketika kita mengucapkan sebuah kata dengan cara yang salah, orang lain tidak akan mengerti apa yang kita katakan. Entah bagaimana Rikardo bisa tahu apa sebenarnya yang aku maksud. Atau dia berusaha menghentikan supaya Bernardo tidak mengolok-olokku terus-menerus.
Sepertinya Bernando tahu bahwa Rikardo menyukaiku. Sudah beberapa malam ini dia selalu meninggalkanku berdua dengan Rikardo. Aku sangat menikmati berduaan saja dengan Rikardo. Rikardo adalah seorang pria yang menyenangkan. Dia selalu menyimak apapun yang aku katakan. Dia benar-benar ingin tahu siapa aku sebenarnya dan bagaimana kehidupanku. Entah bagaimana hatiku begitu dingin dan kaku. Tidak ada celah sedikit pun supaya orang lain bisa masuk.
Di suatu petang yang sangat menyenangkan, setelah aku kembali dari belajar berselancar, aku mandi lalu duduk-duduk di depan penginapan bersama Nur, salah seorang anak gadis Sanaly. Anak ini sangat mengagumiku. Dia mengatakan bahwa di matanya aku adalah seorang wanita petualang dan kalau dia sudah besar nanti dia ingin sekali sepertiku. Aku terharu mendengarnya. Belum pernah ada orang dengan kata-kata yang tulus mengatakan langsung padaku bahwa dia mengagumiku bahkan dia punya impian ingin melakukan seperti yang kulakukan. Aku benar-benar terharu.
Ketika kami sedang duduk santai dan saling menceritakan bermacam-macam hal, tiba-tiba ada bintang jatuh. Spontan aku teriak, "Ada bintang jatuh, sebut satu keinginanmu." Untunglah aku sempat mengucapkan keinginanku. Sebuah keinginan yang berada di urutan pertama yang ingin sekali kulakukan dan terjadi dalam hidupku. Tak lupa aku mengucapkan 'amin' supaya jadi kenyataan.
Setelah beberapa lama, nyonya Sanaly memanggil Nur untuk membantunya di rumah. Lalu aku kembali ke penginapan. Aku melihat Bernardo sendirian saja di penginapan (kesempatan nih ^_^). Aku belum pernah berduaan saja dengan Bernardo.
"What are you doing?"
"Just looking our pictures in G-land."
"G-land? Where is G-land?"
"It's in the end of West Java."
"West Java? I live in West Java, but I never heard about the place."
Aku tinggal di Jakarta, Jawa bagian Barat. Walaupun aku bukan seorang yang maniak jalan-jalan, paling tidak kalau ada tempat terkenal di sekitaran Jawa Barat, aku pasti tahu. Tapi G-land, aku belum pernah dengar nama itu. Setelah mencarinya di internet, aku baru tahu bahwa G-land berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Sepertinya Bernardo salah menyebutkan Jawa Timur menjadi Jawa Barat.
"Wanna see our pictures?"
"Yes, of course."
Aku langsung mengambil bangku dan duduk persis di sebelah Bernardo. Ketika dia memperlihatkan gambar-gambar di MacBooknya padaku, tangan kami saling bersentuhan. Aku menggeser bangkuku semakin dekat dengannya. Aku menikmati ketika tangan kami saling bersentuhan. Siapapun wanita yang berada di dekat Bernardo pasti akan meleleh seperti yang terjadi padaku saat ini.
Bernardo menceritakan pengalaman mereka ketika berselancar di G-land. Dia juga menceritakan hal-hal lucu yang terjadi disana. Beberapa foto diedit dan ditambahin dengan beberapa kata-kata yang lucu, seperti foto Rikardo yang kalau dilihat sekilas seperti foto orang yang sedang tenggelam. Bernardo memberi tambahan kata-kata 'Help me' di foto tersebut. Malam itu benar-benar malam terbaik yang pernah ada. Tertawa berdua dengan seorang pria ganteng yang diam-diam kukagumi bahkan dari awal ketemu.
Bernardo menceritakan sebuah cerita yang sangat lucu mengenai kejadian di G-land. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tiba-tiba pintu di belakang kami terbuka. Ketika kami berdua menoleh, kami melihat Rikardo datang.
Tiba-tiba saja aku merasakan aroma yang tidak menyenangkan. Bernardo membereskan semua peralatannya lalu masuk ke kamar. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku penasaran kenapa tiba-tiba dia pergi padahal kan kami belum selesai melihat foto-fotonya. Rikardo juga langsung masuk ke kamar.
Malam itu aku menghabiskan waktu sendirian saja. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, kami berbincang-bincang sampai larut malam. Karena kesepian, aku menulis diari sambil menikmati semilirnya angin malam ditambah deru ombak Sorake dari depan kamar.
Keesokan paginya, suasana masih terasa aneh. Tidak seorang pun duduk di depan kamar seperti biasanya. Sampai aku pergi untuk belajar berselancar, aku tidak melihat mereka. Ketika aku balik, aku melihat Bernardo sedang membaca buku di hammock sementara Rikardo sedang bermain-main di MacBooknya. Aku duduk di depan Rikardo dan mencari ide bagaimana caranya memecahkan kekakuan ini. Aku tidak mendapatkan satu pun topik untuk memulai percakapan. Bahkan Rikardo tidak melihat sekali pun ke arahku. Ketika aku melirik ke arah Bernardo, dia sibuk dengan bukunya.
Mereka benar-benar ingin mengabaikanku. Aku jadi merasa kesepian. Lalu aku pergi keluar dan melihat seorang cowok lokal sedang merekam sesuatu. Aku bertanya padanya apa yang sedang dilakukannya. Ternyata dia sedang memvideokan aktivitas selancar seorang turis. Aku tanya berapa bayarannya. Dia mengatakan kalau hasilnya bagus, dia akan dibayar sejuta rupiah. Hmmm, lumayan juga ya.
Sepanjang hari itu aku menemaninya merekam. Senang akhirnya aku punya hal lain yang bisa kunikmati daripada berada di penginapan bersama dua orang pria yang sedang bad-mood.
Keesokan paginya, aku bertemu dengan Rikardo, tapi aku ragu-ragu apakah aku harus menyapanya atau diam saja seolah-olah kami tidak saling mengenal. Ternyata dia yang terlebih dahulu mengucapkan selamat pagi. Aku senang sekali akhirnya suasana sudah kembali normal. Dengan senyum paling indah yang bisa kuberikan, aku tersenyum padanya dan mengucapkan selamat pagi. Lalu bertanya apa yang ingin dia lakukan hari ini.
Sejak detik pertama kami bertemu sampai aku meninggalkan Sorake, kami tidak bisa terpisahkan. Dia selalu berada di sekitarku. Dia selalu ingin menceritakan banyak hal denganku walaupun sebenarnya banyak kata yang dia ucapkan tidak bisa kumengerti.
Sehabis mandi sore dia langsung naik ke penginapan. Dia duduk di pangkuanku dan aku berusaha menyimak semua yang dia ceritakan padaku. Ketika kami sedang berbincang-bincang, datanglah salah satu cowok tetangga kamarku itu.
"Is she your daughter?"
Kaget. Tiba-tiba dia mengajukan pertanyaan yang aneh itu. Awalnya kupikir kami akan berkenalan dengan saling menyebutkan nama sebagaimana normalnya.
"No...."
"How old are you?"
Jujur, aku masih syok. Tiba-tiba saja ada seorang pria yang tidak kukenal langsung mengintrogasiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang aneh. Sepanjang aku pernah berkenalan dengan orang baru, belum pernah ada yang menanyakan umurku. Seperti layaknya sebuah perkenalan, yang biasa ditanyakan adalah nama, setelah itu asal. Dia bahkan tidak tahu siapa namaku, tapi dia ingin sekali tahu berapa umurku.
"Guess!"
"Tell me how old are you!"
"Just guess."
"18."
"What? No, I am not 18. How come I am 18 and I have a daughter."
"It's normal, you know. A girl married in 15 and then having a kid in her age."
"Ya ya, but she is not my daughter."
"So, whose daughter?"
"Sanaly's daughter."
"Oh I see."
"So you. How old are you?"
"I am 35."
"Okay, but I am not 18. I am 26."
"Are you married?"
"Not yet. Do I look like a married woman?"
"Nope. But who knows?"
"Yeah, but I am still single."
"Any way, what's your name?"
"Oh, my name is Rikardo."
"I am Asina. Nice to meet you."
"Nice to meet you too."
Begitulah perkenalanku dengan Rikardo. Hal tersebut merupakan perkenalan terunik yang pernah kualami selama hidupku. Aku tertawa mengingat kejadian tersebut. Namun demikian, di dalam hati aku merasa senang, dia tidak butuh informasi mengenai siapa aku, dia hanya butuh informasi apakah aku masih available atau tidak ^_^.
Selesai makan malam, kami bertemu lagi di penginapan. Kali ini dia bersama teman sekamarnya. Di detik pertama aku bertemu dengan pria itu, aku langsung terpesona. Wajahnya 11-12 dengan Kaka pemain bola itu.
"Hi"
"Hi. Bernardo."
"I am Asina. You are from?"
"We are from Brazil."
"Aha Brazil. Latino guys."
"Where do you come from?"
"I'm from Jakarta."
"Oh, the capital. So you are a big city girl, huh ?!"
Aku tersenyum mendengarnya. Entahlah, aku tidak yakin lagi apakah istilah itu masih menarik bagiku. Wanita dari kota metropolitan.
"What about you? Where do you live in Brazil?"
"I live in a small island. Its name is Santa Catarina island. It's popular for surfing just like Nias."
"I see. It's a beautiful island I think."
"No doubt."
"You are lucky live in a place like that."
Dengan mukanya yang lucu dan ganteng, Bernardo memberikan ekspresi untuk menyatakan 'begitulah'.
"What about you, Rikardo? Where do you live in Brazil?"
"I live in Rio de Jenairo."
"Ah, the city. You know I heard much about Rio. I hope someday I can go to Brazil. I wanna see the statue of Jesus and what's the name of the popular beach?"
"Copacabana."
"Yes, that beach. It's a popular beach, right?"
"Yes but too many prostitutes," dia mengatakannya dengan ekspresi tidak suka.
"Yeah, well, I think it's always be a problem in a tourism place. Prostitute."
"So, what do you do?"
"Me. Well, I am web developer. You?"
"I am a business manager."
"Wow, it's great. So you are a busy man, huh?"
"I love my job."
"I am sure of that. It's a cool job. And you Bernardo, what do you do?"
"I am a surfing instructor."
"Really? It's cool."
"Yeah, it's a cool job. I am cool, too."
Haha, cowok ganteng yang satu ini ternyata narsis juga.
Sepanjang malam itu kami berbincang-bincang tentang tempat tinggal kami, pekerjaan, dan perjalanan kami. Rikardo dan Bernardo akan berlibur di Indonesia selama lima minggu. Pertama kali menginjakkan kaki ke Indonesia, mereka pertama kali menuju G-land. Setelah menghabiskan seminggu yang sangat berkesan di G-land, berikutnya mereka menuju Nias. Dan disinilah mereka sekarang berada.
Rencananya mereka akan seminggu di Nias, setelah itu terbang ke Bali. Perjalanan mereka khusus hanya ingin berselancar. Keren sekali bukan jika kita bisa fokus di satu bidang yang benar-benar kita sukai ?!
Mereka berdua tidak membawa telepon seluler. Lalu aku tanya bagaimana mereka akan memberitahu keluarga mereka bahwa mereka baik-baik saja. Mereka bilang biasanya mereka meminjam telepon seseorang atau kirim email. Ok, baiklah, aku terkesan dengan ide untuk tidak membawa telepon seluler saat liburan. Ketika di Bukit Lawang, liburanku sedikit ternodai karena ada SMS yang tidak mengenakkan hati. Tapi memang, aku langsung melupakan isi SMS tersebut karena aku ingin benar-benar menikmati liburanku. Suatu hari nanti, kalau ingin liburan lagi, sepertinya aku tidak akan membawa telepon seluler lagi.
Ilustrasi |
Karena sudah semakin larut dan kami juga sudah mengantuk, kami saling mengucapkan selamat malam dan sampai ketemu besok pagi.
Pagi-pagi jam 6, mereka biasanya sudah bangun dan menikmati udara pagi dengan bersantai di tempat tidur gantung di depan kamarku. Hmmm, hammock lagi. Sepertinya perjalanan 16 hariku ini tidak lepas dari hammock. Di Tangkahan, aku menemukan hammock. Di Bukit Lawang juga begitu. Sekarang di Nias juga ada hammock.
Dari dalam kamarku, aku memperhatikan Bernardo yang sedang tiduran di tempat tidur gantung di depan kamarku. Apakah dia sudah punya pacar? Tapi selama aku sudah mengenalnya dan banyak berbincang-bincang dengannya, tidak pernah sekalipun dia menyebutkan kata 'pacar'. Di suatu sore dia pernah meminjam telepon selulerku, dia tidak mengatakan ingin memberitahu kabarnya kepada pacarnya tapi kepada temannya di Brazil.
Lalu ketika melihat Rikardo, aku cukup terkesan dengan segala macam usaha yang dia lakukan untuk mendekatiku. Dia secara terbuka menunjukkan isi hatinya. Kadang aku berpikir apakah dia benar-benar menyukaiku atau dia hanya sedang ingin mencoba usaha untuk bisa bersenang-senang denganku selama Nias.
Seandainya dia benar-benar menyukaiku, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku takut sekali memberikan hatiku kepada orang lain. Walaupun sudah satu setengah tahun berlalu, aku masih belum bisa melepaskan cinta pertamaku. Selain itu, dia tinggal di Rio sementara aku di Jakarta. Kami tinggal di belahan bumi yang berbeda. Kami dipisahkan oleh samudra dan benua yang luas. Jarak dan waktu membuat kami hidup di dunia yang saling berjauhan.
Pada suatu malam, Bernardo ingin menyalin file-file gambar yang ada di MacBooknya ke MacBook Rikardo, namun segala macam cara mereka coba selalu gagal. Ketika aku baru saja tiba di penginapan, Bernardo lalu bertanya padaku apakah aku punya memory stick. Aku sedang berpikir memory stick itu apa. Saat itu juga Bernardo langsung menyerangku, "Percuma kau bilang kerja di bidang komputer tapi kau tidak tahu apa itu memory stick."
Sialan betul orang ini. Wajah ganteng tapi lidahnya tajam juga.
"Yes, I said I am a web developer, but it doesn't mean I am good in hardware [diucapkan: hadwer]."
"Hadwer. What is hadwer?"
"Hadwer. Don't you know hadwer? Hadwer is hardware, includes the memory stick you asked me."
"Yeah, but I don't understand what hadwer is."
Rikardo yang dari tadi membaca di tempat tidur gantung, tiba-tiba menyeletuk, "May be, she means hardware [diucapkan: hรคrdหwe(ษ)r] in stead of hadwer."
"Yeah it is, I pronounce it with my dialect."
Haha, ternyata ketika kita mengucapkan sebuah kata dengan cara yang salah, orang lain tidak akan mengerti apa yang kita katakan. Entah bagaimana Rikardo bisa tahu apa sebenarnya yang aku maksud. Atau dia berusaha menghentikan supaya Bernardo tidak mengolok-olokku terus-menerus.
Sepertinya Bernando tahu bahwa Rikardo menyukaiku. Sudah beberapa malam ini dia selalu meninggalkanku berdua dengan Rikardo. Aku sangat menikmati berduaan saja dengan Rikardo. Rikardo adalah seorang pria yang menyenangkan. Dia selalu menyimak apapun yang aku katakan. Dia benar-benar ingin tahu siapa aku sebenarnya dan bagaimana kehidupanku. Entah bagaimana hatiku begitu dingin dan kaku. Tidak ada celah sedikit pun supaya orang lain bisa masuk.
Di suatu petang yang sangat menyenangkan, setelah aku kembali dari belajar berselancar, aku mandi lalu duduk-duduk di depan penginapan bersama Nur, salah seorang anak gadis Sanaly. Anak ini sangat mengagumiku. Dia mengatakan bahwa di matanya aku adalah seorang wanita petualang dan kalau dia sudah besar nanti dia ingin sekali sepertiku. Aku terharu mendengarnya. Belum pernah ada orang dengan kata-kata yang tulus mengatakan langsung padaku bahwa dia mengagumiku bahkan dia punya impian ingin melakukan seperti yang kulakukan. Aku benar-benar terharu.
Ketika kami sedang duduk santai dan saling menceritakan bermacam-macam hal, tiba-tiba ada bintang jatuh. Spontan aku teriak, "Ada bintang jatuh, sebut satu keinginanmu." Untunglah aku sempat mengucapkan keinginanku. Sebuah keinginan yang berada di urutan pertama yang ingin sekali kulakukan dan terjadi dalam hidupku. Tak lupa aku mengucapkan 'amin' supaya jadi kenyataan.
Setelah beberapa lama, nyonya Sanaly memanggil Nur untuk membantunya di rumah. Lalu aku kembali ke penginapan. Aku melihat Bernardo sendirian saja di penginapan (kesempatan nih ^_^). Aku belum pernah berduaan saja dengan Bernardo.
"What are you doing?"
"Just looking our pictures in G-land."
"G-land? Where is G-land?"
"It's in the end of West Java."
"West Java? I live in West Java, but I never heard about the place."
Aku tinggal di Jakarta, Jawa bagian Barat. Walaupun aku bukan seorang yang maniak jalan-jalan, paling tidak kalau ada tempat terkenal di sekitaran Jawa Barat, aku pasti tahu. Tapi G-land, aku belum pernah dengar nama itu. Setelah mencarinya di internet, aku baru tahu bahwa G-land berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Sepertinya Bernardo salah menyebutkan Jawa Timur menjadi Jawa Barat.
"Wanna see our pictures?"
"Yes, of course."
Aku langsung mengambil bangku dan duduk persis di sebelah Bernardo. Ketika dia memperlihatkan gambar-gambar di MacBooknya padaku, tangan kami saling bersentuhan. Aku menggeser bangkuku semakin dekat dengannya. Aku menikmati ketika tangan kami saling bersentuhan. Siapapun wanita yang berada di dekat Bernardo pasti akan meleleh seperti yang terjadi padaku saat ini.
Bernardo menceritakan pengalaman mereka ketika berselancar di G-land. Dia juga menceritakan hal-hal lucu yang terjadi disana. Beberapa foto diedit dan ditambahin dengan beberapa kata-kata yang lucu, seperti foto Rikardo yang kalau dilihat sekilas seperti foto orang yang sedang tenggelam. Bernardo memberi tambahan kata-kata 'Help me' di foto tersebut. Malam itu benar-benar malam terbaik yang pernah ada. Tertawa berdua dengan seorang pria ganteng yang diam-diam kukagumi bahkan dari awal ketemu.
Bernardo menceritakan sebuah cerita yang sangat lucu mengenai kejadian di G-land. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tiba-tiba pintu di belakang kami terbuka. Ketika kami berdua menoleh, kami melihat Rikardo datang.
Tiba-tiba saja aku merasakan aroma yang tidak menyenangkan. Bernardo membereskan semua peralatannya lalu masuk ke kamar. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku penasaran kenapa tiba-tiba dia pergi padahal kan kami belum selesai melihat foto-fotonya. Rikardo juga langsung masuk ke kamar.
Malam itu aku menghabiskan waktu sendirian saja. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, kami berbincang-bincang sampai larut malam. Karena kesepian, aku menulis diari sambil menikmati semilirnya angin malam ditambah deru ombak Sorake dari depan kamar.
Keesokan paginya, suasana masih terasa aneh. Tidak seorang pun duduk di depan kamar seperti biasanya. Sampai aku pergi untuk belajar berselancar, aku tidak melihat mereka. Ketika aku balik, aku melihat Bernardo sedang membaca buku di hammock sementara Rikardo sedang bermain-main di MacBooknya. Aku duduk di depan Rikardo dan mencari ide bagaimana caranya memecahkan kekakuan ini. Aku tidak mendapatkan satu pun topik untuk memulai percakapan. Bahkan Rikardo tidak melihat sekali pun ke arahku. Ketika aku melirik ke arah Bernardo, dia sibuk dengan bukunya.
Mereka benar-benar ingin mengabaikanku. Aku jadi merasa kesepian. Lalu aku pergi keluar dan melihat seorang cowok lokal sedang merekam sesuatu. Aku bertanya padanya apa yang sedang dilakukannya. Ternyata dia sedang memvideokan aktivitas selancar seorang turis. Aku tanya berapa bayarannya. Dia mengatakan kalau hasilnya bagus, dia akan dibayar sejuta rupiah. Hmmm, lumayan juga ya.
Sepanjang hari itu aku menemaninya merekam. Senang akhirnya aku punya hal lain yang bisa kunikmati daripada berada di penginapan bersama dua orang pria yang sedang bad-mood.
Keesokan paginya, aku bertemu dengan Rikardo, tapi aku ragu-ragu apakah aku harus menyapanya atau diam saja seolah-olah kami tidak saling mengenal. Ternyata dia yang terlebih dahulu mengucapkan selamat pagi. Aku senang sekali akhirnya suasana sudah kembali normal. Dengan senyum paling indah yang bisa kuberikan, aku tersenyum padanya dan mengucapkan selamat pagi. Lalu bertanya apa yang ingin dia lakukan hari ini.
yeah yeah hardwer is a hardware you know kekekeke
ReplyDelete"Don't know hadwer? So your english is poor..."
Deletehahahahahaha....
Kak, aku td lg googling tentang traveling dan ngk sengaja ketemu blog ini. Aku baca-baca dan suka banget. Aku pgen bgt traveling dr msh kecil tp terkendala izin orgtua dan biaya jg sih... Baca blog-nya kakak Asina jd memacu aku utk berani keluar dr "zona aman", mgkn telat ya kak krn aku udh 24 :-D
ReplyDeleteAnyway, gmn kelanjutan kisahnya sm Rikardo? :-D
Salam kenal ya kak...
Febri-Jogjakarta
Hai Febrina, salam kenal juga.
DeleteAku merasa senang klo Febrina suka blog ini. Silahkan dibaca2 karena memang sengaja untuk dishare.
Apa yang dialami Febrina, itu juga yang aku alami di tahun 2005 waktu aku baru lulus kuliah. Walaupun aku sudah kerja tapi statusnya baru merintis karir, jadi sama aja ama yg gak punya uang. selain itu aku terkendala ama masalah keberanian. aku orangnya penakut banget.
Ketika kita punya keinginan, semakin lama keinginan itu semakin besar. Ketika keinginan itu sudah semakin besar, disitulah sebenarnya kita diuji, apakah kita berani melangkah maju atau diam saja. Kapan-kapan deh aku share pengalaman aku keluar dari zona nyaman, melawan rasa takut, lalu mewujudkan impian.
Kisah Rikardo ama Bernardo masih ada kelanjutannya. Ditunggu aja ya. Seminggu lagi aku mo UAS (doakan aku ya supaya sukses), jadi lagi sibuk2nya belajar. Nanti abis UAS aku lanjutin lagi ceritanya.
Salam dari Jakarta,
Asina
Haha, kalo gue jadi lo cyin, mau Rikardo, mau Bernardo gue lalap deh dua2nya xixixixi
ReplyDeletehahahaha... baiklah. akan kuingat kata2 itu klo lain kali traveling dan ada yg suka. *ngakak abis*
Deleteasyik bnget critax mbak, kenangan yg luar biasa. Good
ReplyDeleteHai Wannus.. salam kenal...
DeleteMakasi utk komplimennya. Semoga kamu juga punya kenangan yg luar biasa ya ;)
I like this
ReplyDeleteAku tunggu kelanjutanya ya kak...☺๐๐
ReplyDeletehehe... gak ada kelanjutannya. kisah itu hanyalah salah kisah ketika traveling hehe...
Deletebtw salam kenal yah..