9) Ya'ahowu, selamat datang di Nias
Minggu lalu, ketika aku tanya ke salah satu loket maskapai yang ada di bandara Polonia, ternyata hanya tersedia 2 kali penerbangan ke Gunung Sitoli. Karena aku lebih suka memulai perjalananku di pagi hari, aku pun sengaja memilih penerbangan jam 7 pagi walaupun sebenarnya tidak rela karena harus bangun subuh-subuh.
Aku tidak boleh ketinggalan pesawat. Trauma karena ketinggalan pesawat ke Bali beberapa bulan yang lalu dan harus beli tiket lagi masih membekas dalam ingatanku. Selain itu, seandainya aku ketinggalan pesawat dan masih bisa membeli tiket untuk penerbangan jam 2 sore nanti mungkin tidak terlalu jadi masalah. Lah, kalau seandainya semua tiket sudah terjual habis sampai beberapa hari ke depan, terpaksa deh impian untuk menginjakkan kaki ke Nias harus ditunda dulu sampai waktu yang tak terhingga.
Pada akhirnya aku merasa bersyukur karena aku tidak ketinggalan pesawat walaupun sempat deg-degan karena sampai pukul 6.45 WIB aku belum juga check-in. Sistem check-in maskapai Lion Air/ Wings Air di bandara Polonia sangat kacau. Penumpang yang akan menuju Jakarta, Batam, maupun Gunung Sitoli dilayani secara bersamaan di dua jalur. Untunglah pada akhirnya, seseorang (mungkin dia adalah manajernya) mempersilahkan penumpang yang akan ke Gunung Sitoli boleh check-in terlebih dahulu (puffff).
Perjalanan udara dari Medan menuju pulau Nias merupakan salah satu perjalanan yang menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Dari jendela pesawat aku bisa melihat hutan yang membentang luas, berwarna hijau dan sangat menyegarkan mata. Ah, jangan-jangan hutan yang berada di bawah pesawat ini adalah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Aku baru saja menghabiskan seminggu yang sangat-sangat menyenangkan disana tepatnya di Tangkahan dan Bukit Lawang. Pengalaman yang sangat berkesan dan masih melekat kuat di dalam hati dan pikiranku.
Aku juga melihat danau Toba, danau yang sangat indah itu. Pikiranku melayang ke beberapa tahun yang silam dimana aku pernah kuliah di sebuah desa kecil persis di tepi danau Toba. Selama 3 tahun itu, aku tinggal di asrama yang berdiri dekat sekali dengan bibir pantai. Setiap pagi, ketika bangun dan membuka jendela, yang pertama kali terlihat adalah danau Toba. Selamat pagi danau Toba ^_^.
Hal lain yang sangat berkesan yang aku lihat dari pesawat adalah awan. Pikiranku kembali menerawang ke masa lalu. Kali ini ke masa kanak-kanakku. Peterpan dan teman-temannya yang bisa terbang menembus awan. Serta Oki dan Nirmala dengan kuda terbangnya bisa pergi ke negeri awan. Ngomong-ngomong benarkah Tuhan bersemayam di balik awan-awan ini?
Lupakan dulu sejenak mengenai dimana sebenarnya Tuhan. Aku benar-benar takjub melihat awan-awan dengan segala bentuknya. Ada yang mirip seperti wajah manusia, ada yang seperti pulau Jawa, ada yang menyerupai bentuk kucing, dan ada yang bentuknya tidak beraturan. Macam-macamlah. Dan yang paling berkesan adalah dari awal aku lihat sampai tidak terlihat lagi, aku begitu takjub melihat awan-awan yang menyelimuti puncak sebuah gunung. Aku benar-benar penasaran, kira-kira apa nama gunung itu. Eksotis sekali melihat puncak gunung yang berselimutkan awan dari jarak yang begitu dekat. Bagaimana rasanya bisa berada di puncak gunung? Seumur hidupku aku belum pernah mendaki gunung dan merasakan sensasi berada di puncak.
Sedang asyik menikmati gunung tersebut, tiba-tiba pilot mengumumkan bahwa sebentar lagi kami akan tiba di Nias. Oh, tidak berasa ternyata sudah 50 menit berlalu setelah kami take-off dari bandara Polonia. Perasaanku campur aduk. Senang, terharu sekaligus bersyukur. Ketika aku masih kecil, aku mengamati uang seribu yang ada di tanganku sembari berhayal kapan aku bisa ke Nias dan melihat secara langsung tempat dimana gambar tersebut diambil. Siapa yang bisa menyangka, 20 tahun kemudian aku benar-benar menginjakkan kaki di Nias.
Aku tanya pemuda yang duduk di sebelahku mengenai angkutan umum menuju Teluk Dalam. Dia bilang disini jarang orang menggunakan angkutan umum, biasanya orang naik mobil travel.
"Kamu darimana?"
"Aku dari Jakarta."
"Kamu berani sekali ya?!"
"Ah, tidak juga. Lagian dulu aku pernah kok tinggal di Sumut."
"Iya, tapi kamu itu cewek. Pergi sendiri ke tempat yang tidak dikenal."
"Memangnya orang Nias jahat ya? Makanya ada yang harus aku takuti disini."
"Yah, tidak juga. Yang penting jaga diri saja."
"Oh iya, terima kasih. Aku pasti akan selalu jaga diri."
"Nanti di Teluk Dalam mau tinggal dimana?"
"Saya mau cari penginapan dulu. Kamu tinggal dimana?"
"Aku tinggal di Teluk Dalam."
"Oh, kalau begitu kita bisa barengkah ke Teluk Dalam?"
"Boleh. Tapi nanti di luar banyak kok mobil yang mau ke Teluk Dalam."
"Ongkosnya berapa ke Teluk Dalam?"
"Biasanya kami bayar 50.000."
Kami turun dari pesawat. Pertama kali melangkahkan kakiku di bandara Binaka, di dalam hati aku teriak, "Hore, akhirnya kesampaian juga ke Nias."
Ya'ahowu tano Niha. Selamat datang di Nias.
Binaka adalah bandara udara yang sangat kecil. Saat menunggu bagasi, seorang pria yang kemudian kukenal bernama Felix menawarkan jasa travel ke Teluk Dalam. Tadinya aku mau bareng dengan pemuda yang duduk di sebelahku tadi di dalam pesawat, tapi kemudian dia tak mengacuhkanku. Dia pergi begitu saja ketika aku hendak mengambil tas ranselku. Akhirnya kuputuskan menerima tawaran Felix.
Aku tidak boleh ketinggalan pesawat. Trauma karena ketinggalan pesawat ke Bali beberapa bulan yang lalu dan harus beli tiket lagi masih membekas dalam ingatanku. Selain itu, seandainya aku ketinggalan pesawat dan masih bisa membeli tiket untuk penerbangan jam 2 sore nanti mungkin tidak terlalu jadi masalah. Lah, kalau seandainya semua tiket sudah terjual habis sampai beberapa hari ke depan, terpaksa deh impian untuk menginjakkan kaki ke Nias harus ditunda dulu sampai waktu yang tak terhingga.
Pada akhirnya aku merasa bersyukur karena aku tidak ketinggalan pesawat walaupun sempat deg-degan karena sampai pukul 6.45 WIB aku belum juga check-in. Sistem check-in maskapai Lion Air/ Wings Air di bandara Polonia sangat kacau. Penumpang yang akan menuju Jakarta, Batam, maupun Gunung Sitoli dilayani secara bersamaan di dua jalur. Untunglah pada akhirnya, seseorang (mungkin dia adalah manajernya) mempersilahkan penumpang yang akan ke Gunung Sitoli boleh check-in terlebih dahulu (puffff).
Perjalanan udara dari Medan menuju pulau Nias merupakan salah satu perjalanan yang menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Dari jendela pesawat aku bisa melihat hutan yang membentang luas, berwarna hijau dan sangat menyegarkan mata. Ah, jangan-jangan hutan yang berada di bawah pesawat ini adalah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Aku baru saja menghabiskan seminggu yang sangat-sangat menyenangkan disana tepatnya di Tangkahan dan Bukit Lawang. Pengalaman yang sangat berkesan dan masih melekat kuat di dalam hati dan pikiranku.
Aku juga melihat danau Toba, danau yang sangat indah itu. Pikiranku melayang ke beberapa tahun yang silam dimana aku pernah kuliah di sebuah desa kecil persis di tepi danau Toba. Selama 3 tahun itu, aku tinggal di asrama yang berdiri dekat sekali dengan bibir pantai. Setiap pagi, ketika bangun dan membuka jendela, yang pertama kali terlihat adalah danau Toba. Selamat pagi danau Toba ^_^.
Hal lain yang sangat berkesan yang aku lihat dari pesawat adalah awan. Pikiranku kembali menerawang ke masa lalu. Kali ini ke masa kanak-kanakku. Peterpan dan teman-temannya yang bisa terbang menembus awan. Serta Oki dan Nirmala dengan kuda terbangnya bisa pergi ke negeri awan. Ngomong-ngomong benarkah Tuhan bersemayam di balik awan-awan ini?
Lupakan dulu sejenak mengenai dimana sebenarnya Tuhan. Aku benar-benar takjub melihat awan-awan dengan segala bentuknya. Ada yang mirip seperti wajah manusia, ada yang seperti pulau Jawa, ada yang menyerupai bentuk kucing, dan ada yang bentuknya tidak beraturan. Macam-macamlah. Dan yang paling berkesan adalah dari awal aku lihat sampai tidak terlihat lagi, aku begitu takjub melihat awan-awan yang menyelimuti puncak sebuah gunung. Aku benar-benar penasaran, kira-kira apa nama gunung itu. Eksotis sekali melihat puncak gunung yang berselimutkan awan dari jarak yang begitu dekat. Bagaimana rasanya bisa berada di puncak gunung? Seumur hidupku aku belum pernah mendaki gunung dan merasakan sensasi berada di puncak.
Pemandangan dari Pesawat Menuju Nias |
Aku tanya pemuda yang duduk di sebelahku mengenai angkutan umum menuju Teluk Dalam. Dia bilang disini jarang orang menggunakan angkutan umum, biasanya orang naik mobil travel.
"Kamu darimana?"
"Aku dari Jakarta."
"Kamu berani sekali ya?!"
"Ah, tidak juga. Lagian dulu aku pernah kok tinggal di Sumut."
"Iya, tapi kamu itu cewek. Pergi sendiri ke tempat yang tidak dikenal."
"Memangnya orang Nias jahat ya? Makanya ada yang harus aku takuti disini."
"Yah, tidak juga. Yang penting jaga diri saja."
"Oh iya, terima kasih. Aku pasti akan selalu jaga diri."
"Nanti di Teluk Dalam mau tinggal dimana?"
"Saya mau cari penginapan dulu. Kamu tinggal dimana?"
"Aku tinggal di Teluk Dalam."
"Oh, kalau begitu kita bisa barengkah ke Teluk Dalam?"
"Boleh. Tapi nanti di luar banyak kok mobil yang mau ke Teluk Dalam."
"Ongkosnya berapa ke Teluk Dalam?"
"Biasanya kami bayar 50.000."
Kami turun dari pesawat. Pertama kali melangkahkan kakiku di bandara Binaka, di dalam hati aku teriak, "Hore, akhirnya kesampaian juga ke Nias."
Ya'ahowu tano Niha. Selamat datang di Nias.
Ya'ahowu, salam dalam bahasa Nias |
Comments
Post a Comment