10) Musimnya cowok Brazil

Sebenarnya aku menerima tawaran Felix karena dia sedang bersama tiga orang cowok. Tadi, sebelum kami naik pesawat aku sudah melihat mereka bertiga. Diantara seluruh penumpang, mereka langsung cepat bisa dikenal karena mereka tinggi, badan atletis, dan memiliki wajah ganteng.

Aku sempat dengar salah seorang dari mereka bertanya kepada seorang penumpang lain berapa lama jarak dari bandara ke Sorake. Orang tersebut mengatakan lima jam. Apa? Lima jam?

Seringkali kita tidak tahu berapa lama untuk sampai tujuan karena minimnya sarana transportasi atau jalan yang tidak mulus dan inilah yang menjadi alasanku untuk selalu memulai perjalanan di pagi hari. Dengan demikian aku bisa selalu memastikan paling tidak ketika hari sudah petang aku sudah berada di tempat tujuan.

Ketika hendak turun dari pesawat aku dengar mereka bertanya lagi ke penumpang yang lainnya lagi mengenai jarak dari bandara ke Sorake. Dan orang tersebut mengatakan bisa sampai 3,5 jam karena jalanan sedang rusak. Oh gosh, kenapa orang-orang lokal tidak pernah bisa memberikan angka yang pasti. Di Bukit Lawang juga seperti itu, penduduk lokal tidak merasa segala sesuatunya sudah seharusnya pasti-pasti. Jadinya kita yang tidak terbiasa dengan ketidakpastian merasa jengkel.

Informasi yang ada jadi ambigu. Tadi orang pertama bilang 5 jam, lalu orang kedua 3,5 jam. Informasi mana yang benar? Di internet, aku sudah mencoba mencari informasi mengenai Nias dan hasilnya nihil. Aku pernah menemukan sebuah tulisan tentang perjalanan dari Gunung Sitoli menuju Sorake. Di tulisan tersebut dikatakan jalanan rusak parah dan mereka tiba di Sorake setelah 7 jam perjalanan. Tulisan itu ditulis tahun 2008. Itu sudah beberapa tahun yang lalu, jadi seharusnya informasi tersebut tidak valid lagi. Sedikit sekali informasi yang bisa kudapat mengenai Nias. Ketika aku mencoba bertanya di forum Niasbangkit, tidak ada yang membalas pertanyaanku.

Kenapa sedikit sekali informasi mengenai Nias? Apakah tidak ada yang tertarik ke Nias? Ketika aku mencoba mencari informasi mengenai pesawat ke Nias atau kapal dari Sibolga, aku tidak menemukan satu pun informasinya. Ketika sedang menyusun itenari, berbekal minimnya informasi yang kudapat, perjalanan ke Nias ini sudah aku pikirkan berkali-kali dan aku benar-benar ingin mewujudkannya karena aku tidak tahu kapan lagi aku bisa ke Sumatra Utara. Karena sulit sekali untuk mencapai Nias dan informasi yang kudapat juga bisa dikatakan tidak ada, aku pun memutuskan bahwa aku ingin berlibur disini minimal 5 hari.

Kembali ke cowok ganteng tadi, di dalam hati aku senang sekali bisa satu mobil dengan mereka. Ketika hendak masuk ke dalam mobil, aku melihat mereka sibuk mengikat papan selancar. Aku menduga-duga mereka pasti mau ke Sorake.

Sambil menikmati perjalanan, aku berbincang-bincang dengan Felix. Aku mengatakan padanya bahwa tujuanku sebenarnya adalah Sorake. Tadi aku mengatakan hendak ke Teluk Dalam karena cowok yang duduk di sebelahku di dalam pesawat tadi mengatakan tidak ada mobil langsung ke Sorake. Felix langsung bersemangat, dia bilang bahwa tujuannya juga adalah Sorake untuk mengantarkan ketiga cowok tersebut. Benar kan, aku sudah menduganya. Kemana lagi orang yang bawa papan selancar kalau bukan ke Sorake. Kemudian Felix mengatakan kalau ke Sorake ongkosnya adalah 75.000. Baiklah, yang penting aku sampai di Sorake.

Untunglah aku tadi menerima tawaran Felix. Dan kalau coba direnungkan sepertinya aku memang sudah ditakdirkan untuk semobil dengan tiga cowok ganteng ini menuju Sorake *_^.

Perjalanan dari bandara ke Sorake sangat mulus, sepanjang jalan kondisinya sangat baik. Jadi sepertinya informasi mengenai jalan rusak sama sekali tidak benar. Aku tanya Felix berapa lama kami akan tiba di Sorake. Dia bilang 2,5 jam.

Cowok Brazil
Ketika makan siang, kami semua duduk di meja yang sama (kesempatan nih untuk kenalan dengan mereka ^_^). Olala, ternyata mereka semua berasal dari Brazil. Cowok-cowok Latin, hmmm. Awalnya mereka pikir aku adalah orang Nias yang hendak pulang ke rumah. Tidak, kataku, aku dari Jakarta dan ini pertama kalinya aku ke Nias. Mereka juga pertama kalinya ke Nias setelah sekian lama mendengar nama Nias dari peselancar-peselancar lainnya.

Salah seorang akan berlibur di Nias selama sebulan dan yang lainnya dua minggu. Aku tanya mereka apakah dalam jangka waktu itu mereka datang hanya untuk berselancar. Mereka bilang iya. Dan aku pun terkesima. Senang sekali rasanya bisa punya sebuah hobi dan kita fokus di bidang itu.

Sangat menyenangkan berbincang-bincang dengan mereka tentang segala hal. Dan aku benar-benar puas bisa menikmati wajah ganteng mereka. Di dalam mobil aku duduk di depan, jadinya aku tidak bisa memperhatikan dengan jelas wajah mereka. Sekarang di meja makan ini, dua orang duduk di depanku dan satu di sebelahku, dan aku benar-benar bisa melihat wajah mereka dan menikmati pemandangan indah ini dari jarak yang sangat dekat. Sekali lagi aku merasa bersyukur ^_^.

Ketika kami hendak meneruskan perjalanan kami, aku ke kasir untuk membayar makananku. Di tagihannya ditulis 25.000 untuk nasi, sayur dan telur yang kumakan tadi. Sial, mahalnya. Di Jakarta, untuk menu yang sama persis, harga 25.000 itu adalah standar jika makan di mall mewah semacam Plaza Indonesia atau Grand Indonesia. Lah, disini, di Nias ini, itu harga di warung kecil seperti ini.

Perjalanan kami berikutnya adalah menyusuri garis pantai pulau menuju Sorake. Ketiga cowok ini tidak henti-henti mengagumi ombak yang begitu tinggi. Beda denganku yang tidak henti-hentinya mengagumi pantainya yang masih alamiah.

Aku sangat menikmati perjalanan ini. Dan lagi bagaimana mungkin aku tidak menikmati perjalananku, aku bersama tiga orang cowok, selain ganteng, enak juga diajak bercanda. Tiba-tiba aku berharap tadi seharusnya Felix mengatakan perjalanan menuju Sorake itu 2,5 hari bukannya 2,5 jam, jadi aku bisa menghabiskan waktu bersama mereka lebih lama lagi (haha).

Mereka terus mengoceh mengenai selancar, kalau ombaknya seperti ini sebaik ambil ke kanan, kalau ombaknya seperti itu sebaiknya ambil ke kiri. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka ocehkan. Gara-gara mendengarnya selama 2,5 jam, aku jadi memutuskan ingin belajar berselancar. Selagi aku disini, aku pun ingin mencoba menunggangi ombak Sorake yang terkenal di seluruh dunia itu.

Felix menanyakan dimana aku akan menginap. Aku bilang padanya bahwa aku masih mau mencari dulu. Lalu Felix mengambil telepon selulernya dan menelepon seseorang. Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena mereka berbicara dalam bahasa Nias. Setelah dia menutup teleponnya, dia tanya padaku apakah aku mau menginap di penginapan saudaranya. Aku sih yang penting ada tempat untuk menginap. Felix juga menambahkan bahwa pemilik penginapan memiliki anak gadis yang masih kuliah, jadi aku bisa punya teman sehingga aku tidak akan merasa sendirian selama berlibur di Sorake. Dia juga mengatakan aku bisa menghubunginya jika aku butuh mobil balik ke Gunung Sitoli. Ketika aku menanyakan kapal menuju Sibolga dia bilang bahwa setiap hari Senin ada kapal cepat menuju Sibolga sementara feri reguler ada setiap hari. Aku sangat berterima kasih padanya karena dia sudah begitu peduli padaku.

Akhirnya kami tiba di Sorake. Aku diantar terlebih dahulu ke penginapanku. Aku pamitan dengan ketiga cowok tersebut sambil berkata semoga mereka menikmati liburan mereka dan berselancar sepuasnya. Sejujurnya aku ingin sekali mencium pipi mereka (haha).

Aku menginap di Losmen Sanaly. Sesampainya di kamar, aku mohon izin mau tidur dulu. Tadi malam aku kurang tidur. Kota Medan sangat panas sehingga aku tidak bisa benar-benar menutup mataku dan tidur. Memang dari dulu aku tidak begitu menyukai kota Medan. Liburanku di Nias masih lama dan aku punya banyak waktu, sekarang aku letih sekali jadi aku mau istirahat dulu.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, aku terbangun karena aku mendengar ada orang yang sedang berbincang-bincang di depan kamarku. Dari jendela, aku melihat Sanaly (pemilik penginapan), seorang cowok lokal, dan dua orang cowok bule. Aku keluar kamar dan menyapa mereka, "Hi."

Dua cowok bule itu ternyata adalah tetangga kamarku dan mereka berasal dari Brazil. Latino lagi. Sepertinya di bulan September ini sedang musimnya cowok-cowok Brazil. Baiklah, dengan adanya dua orang cowok di sebelah kamarku, liburanku di Sorake sepertinya tidak akan menjadi biasa-biasa saja (hehe).

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat