5) Detik-detik terakhir di Tangkahan

Aku bertemu teman Kanadaku di restoran. Patricia bilang kalau pacarnya sedang sakit perut. Aku tanya Patricia, kira-kira kenapa pacarnya bisa sakit perut. Patricia bilang sepertinya gara-gara makanan. Aku jadi merasa kasihan mendengar kondisi John. Orang-orang yang terbiasa hidup di negara-negara maju memang seringkali memiliki masalah dengan makanan lokal. Untunglah ada obat diare. Semoga saja John segera sembuh. Aku dan Patricia pamitan karena besok pagi dia dan John akan naik bus Pembangunan Semesta yang berangkat jam 7. Dia takut tidak sempat bertemu denganku keesokan hari.

Aku menghabiskan malam terakhirku dengan bercanda ria, bernyanyi, dan main kartu poker bersama Bob, Andre, Suka, Hendra, dan seorang pemandu tur cewek (aku lupa namanya). Malam itu merupakan malam yang sangat berkesan buatku, menghabiskan waktu bersama pemuda lokal. Para pemuda ini memiliki profesi sebagai pemandu. Mereka semua memiliki rambut yang sangat panjang. Menurut informasi, cewek-cewek bule menyukai pemuda lokal yang berambut panjang.

Suka bertanya kepadaku kok bisa-bisanya orang Jakarta ada di Tangkahan. Aku menanggapinya dengan mengatakan kalau aku sedang tersesat dan tahu-tahunya sudah sampai di Tangkahan. Dia sama sekali tidak percaya. Yah, siapapun tidak akan percaya. Tidak mungkin ada orang bisa tersesat hingga ke daerah terpencil seperti ini.

Ketika hanya ada aku dan Suka, Suka meminta maaf padaku karena semalam ketika dia melihatku sedang duduk berdua dengan Bob, di dalam hati dia berpikir bahwa aku adalah seorang perempuan murahan yang menjadi pacar Bob saat ini. Tapi setelah tadi kami berbincang-bincang dan aku berbagi filosofi hidup kepada mereka, seketika itu juga Suka langsung merubah pendapatnya mengenai diriku. Dan saat ini dia benar-benar minta maaf dari hati yang paling dalam karena sudah sempat berpikiran buruk mengenai diriku. Aku tertawa. Aku katakan padanya memang sudah kodrat manusia untuk menghakimi orang lain kalau belum saling mengenal. Jadi dia tidak perlu minta maaf untuk itu.

Keesokan paginya, aku berniat mandi di sumber air panas, tak jauh dari penginapan. Ternyata tempat permandian air panas tersebut tidak seperti dalam bayanganku. Aku harus berjuang berenang melewati sungai yang tidak begitu dalam tapi arusnya sangat deras, apalagi semalam hujan deras sekali. Aku sempat terbawa arus, untunglah ada batu besar. Aku hanya bisa berpegangan dengan batu tersebut supaya tidak terbawa arus lagi. Lalu Yuli, seorang pegawai restoran datang menolongku. Akhirnya aku pun bisa sampai di sumber air panas dan mandi sepuasnya.

Berendam dengan air panas membuat otot-ototku menjadi rileks setelah kemarin seharian penuh aku melakukan aktivitas outdoor bersama dua teman Kanadaku. Rasa pegal dan lelah pun berkurang. Setelah puas berendam air panas, aku kembali dihadapkan bahwa aku harus kembali berjuang menyebrangi sungai. Pengalaman ini jadi kenangan yang tidak akan terlupakan seumur hidupku.

Hammock di depan kamarku
Ketika kembali ke kamar, aku mandi lagi karena badan serta pakaianku kotor sekali dan berbau air sungai. Aku kemasi semua barangku. Karena aku masih punya waktu, aku ingin menikmati tempat tidur gantung untuk yang terakhir kalinya. Aku nyaris tertidur karena aku begitu terbuai menikmati nyanyian sang hutan.

Ketika sedang menikmati alam di sekitarku, Bob mengirim SMS. Isinya kira-kira seperti ini: "Adek, abang Bob pergi dulu. Ada urusan keluarga yang sangat penting di Binjai. Nanti kalau check out, kamarnya bayar 85 ribu saja ya. Bilang saja kepada orang yang di restoran abang Bob yang bilang segitu bayarnya. Jeep yang ke Bukit Lawang, tadi abang sudah pesan ke Andre. Nanti Andre yang cari adek kalau jeepnya sudah datang." (uhuk, abang :D)

Restoran penginapan
Aku menikmati detik-detik terakhirku di restoran Jungle Lodge, tempat aku menginap. Lalu Andre muncul di restoran. Dia mengatakan bahwa jeep yang akan membawaku ke Bukit Lawang sudah tiba. Jadi, sudah saatnya untuk berangkat. Jujur, aku masih ingin lebih lama lagi disini, tapi di itenariku aku akan melanjutkan perjalananku ke Bukit Lawang. Untuk saat ini, cukup sampai disini dulu menikmati hidup di surga tersembunyi ini. Seperti janjiku tadi malam kepada anak-anak, aku akan kembali kesini suatu hari nanti. Pasti tapi entah kapan.

Aku pamitan kepada pegawai-pegawai restoran yaitu Hendra dan Yuli. Mereka telah membuatku merasa nyaman dan seperti di rumah sendiri. Kami bertukar nomor telepon. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih untuk semua keramahan yang sudah kuterima.

Sepertinya aku cukup terkenal di kalangan pemuda-pemuda Tangkahan (haha). Pemuda penarik getek (rakit) jadi sungkan menerima uang 6 ribu yang kuberikan untuk ongkos menyebrang. Walaupun aku seorang pelancong miskin, tapi tidak seharusnya aku memanfaatkan kesempatan ini hanya demi 6 ribu. Aku harus selalu ingat bahwa orang-orang ini hidup bergantung pada turis-turis yang datang menggunakan jasa mereka. Dan lagi selama beberapa hari disini, aku sudah beberapa kali menyebrang dan aku hanya cukup membayar 6 ribu itu saja. Sementara untuk turis asing dikenakan biaya 10 ribu.

Andre mengatakan padaku bahwa Bob menggunakan pengaruhnya sehingga aku bisa membayar ongkos jeep ke Bukit Lawang hanya sebesar 100 ribu, padahal harga normalnya adalah 250 ribu. Bob mengatakan kepada supir jeep kalau aku adalah pacarnya dan aku harus diantar hingga Bukit Lawang dengan selamat. Mendengar hal itu aku tertawa. Di dalam hati aku merasa sangat senang, Bob begitu baik padaku. Tadi dia sudah mendiskon uang penginapanku. Sekarang dengan berperan sebagai pacarnya aku bisa membayar jeep hanya 100 ribu saja.

Andre menunjukkan tato di kaki kirinya untuk kuingat. Suatu hari nanti kalau aku datang lagi dan aku bisa memastikan bahwa Andre yang kucari adalah Andre yang punya tato di pergelangan kaki kirinya. Senang sekali rasanya mereka sangat menerimaku bahkan mereka berharap aku datang kembali.

Di visitor center, ada seorang pemuda sedang mengamatiku, lalu dia datang ke arahku. Ah, ternyata Suka. Dia mengatakan jika suatu hari nanti aku datang lagi, dia bersedia memanduku. Dia akan membawaku ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi turis. Dia juga mengatakan semoga ketika aku datang kelak, bunga Raflesia sedang berbunga dan dia akan membawaku kesana. Kami bersalaman sambil mengucap selamat tinggal dan bertukar nomor telepon. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih untuk keramahannya dan dia hanya mengucapkan, "Jangan lupa datang kesini lagi ya!"

Bang Amri, sang sopir jeep udah menungguku. Aku pamitan kepada Andre. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena sudah menjadi pemandu sekaligus teman baik bagiku. Lalu aku masuk ke dalam jeep.

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat