3) Perjalanan menuju surga tersembunyi
Jalan menuju Tangkahan jelek sekali. Sepanjang yang pernah aku lihat, akses jalan di perkebunan kelapa sawit memang jelek sekali. Dan itulah yang sedang kualami, kami melewati berhektar-hektar perkebunan kelapa sawit dan terombang-ambing ke kiri ke kanan selama berjam-jam. Aku pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa jalan menuju surga itu tidak mudah, sepertinya pernyataan itu ada benarnya.
Tadi setelah melewati Binjai, handphoneku tiba-tiba sudah kehilangan sinyal. Untunglah, ketika bus berhenti cukup lama di Simpang Robert, aku melihat toko pulsa lalu aku beli kartu SIM baru. Disini satu-satunya jaringan yang aktif adalah milik operator terbesar di Indonesia.
Lebih dari empat jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Tangkahan. Aku cari tempat makan dulu karena perutku sudah keroncongan. Dari tadi pagi aku belum makan. Sehabis makan, baru aku akan menghubungi penginapan dan memberitahu kalau aku sudah tiba di Tangkahan.
Ketika aku sedang makan, seorang pemuda datang dan berkata, "Asina ya?"
Hmmm, tak seorang pun yang kukenal di negeri antah berantah ini, kemungkinan besar dia adalah orang yang kuhubungi untuk reservasi penginapan. "Bob?"
"Iya" katanya dengan muka terpesona melihatku. Haha, sebenarnya bukan terpesona, tapi ekspresi wajahnya memiliki tanda tanya melihat tas ransel 55L-ku. Kami pun bersalaman. Lalu aku minta izin untuk menghabiskan makananku.
Ini pertama kalinya aku ke Tangkahan. Walaupun aku orang Sumatra Utara, tapi pengetahuanku mengenai daerah wisata Sumut sangat minim. Yang aku tahu hanyalah danau Toba. Kasihan sekali ya, justru sebagai orang asli malah tidak tahu sama sekali mengenai kampung halalamannya. Makanya misiku kali ini (jalan-jalan di Sumatra Utara) aku sudah terlebih dahulu mencari di internet mengenai tempat-tempat wisata yang menarik. Aku menemukan informasi mengenai Tangkahan. Dan saat ini aku sudah berada di Tangkahan.
Di detik pertama ketika aku sedang duduk di restoran penginapan, aku langsung jatuh cinta kepada tempat ini. Istilah yang disematkan untuk Tangkahan sebagai "the hidden paradise" memang tidak salah. Aku memang belum pernah ke surga, tapi sepertinya memang seperti inilah suasana surga yang sebenarnya. Aku menikmati setiap udara yang masuk ke paru-paruku, sangat menyegarkan. Aku merasakan aura yang sangat menenangkan dan aku sangat menikmatinya.
Terlintas di dalam pikiranku kenapa sekarang (di umurku yang 26 tahun ini) aku baru menginjakkan kaki disini. Kenapa tidak dari dulu aku kenal tempat ini?!
Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol dengan Bob, aku permisi untuk kembali ke kamar. Hari ini cukup melelahkan, pukul 5 pagi dari Jakarta dan tiba di Tangkahan sekitar pukul 3 sore. Aku ingin istirahat. Sebenarnya aku sudah tidak sabar ingin memulai petualanganku disini. Ah, tapi aku masih punya banyak waktu untuk menikmati surga ini, dan aku tidak perlu terburu-buru.
Entah sudah berapa lama aku tidur. Aku terbangun karena mendengar seseorang memanggil namaku. Oh, ternyata si Bob. Yeah, hanya dia yang mengenalku disini. Di luar ternyata sudah gelap. Bob mengingatkanku untuk mencas handphone di restoran. Disini, pasokan listrik dihasilkan oleh tenaga genset dari jam 18.30 sampai 23.00.
Di restoran, Bob menanyakan berapa hari aku akan menghabiskan waktu disini? Tiga hari. Setelah Tangkahan, mau kemana lagi? Bukit Lawang. Tiba-tiba Bob mengatakan tidak perlu ke Bukit Lawang, lebih baik aku menghabiskan masa liburanku di Tangkahan saja. Aku cuma tertawa mendengarnya. Kubilang tidak bisa, aku ingin sekali melihat orang utan di Bukit Lawang.
Lalu aku bertanya pada Bob, kira-kira aktivitas apa yang biasa dilakukan wisatawan disini. Lalu Bob menjelaskan bahwa biasanya turis-turis trekking naik gajah, tubing sekalian mandi di air terjun, trekking di perkampungan, dan memandikan gajah.
Trekking dengan gajah, hmmmm, kedengarannya sangat menarik. Eh, ternyata besok semua gajah sudah dipesan. Baiklah tidak masalah, aku akan naik gajah hari Senin. Bob menjelaskan bahwa hari Senin dan Kamis adalah waktu istirahat buat gajah. Baiklah, mungkin aku belum berjodoh naik gajah.
"Air terjunnya bagus sekali loh!"
"Yakin bagus sekali?"
"Iya bagus sekali."
Ekspresi Bob ketika mengatakan bagus sekali memang menunjukkan air terjun tersebut benar-benar bagus. Lalu aku tertawa.
"Aku suka ketika kamu mengatakan bagus. Biasanya orang lokal, mungkin karena sudah terbiasa, belum pernah aku dengar orang lokal mengatakan bagus tentang daerahnya. Selalu mereka bilang 'ah masa sih bagus, aku merasa biasa saja'. Tapi karena kamu, orang lokal, yang bilang bagus, aku yakin pasti memang bagus. Baiklah aku ambil paket yang seharian. Tapi jangan mahal ya, aku ini sebenarnya orang miskin yang sok-sokan pergi berlibur."
Setelah semua beres, aktivitas yang ingin kulakukan besok sudah jelas, harganya juga sudah sepakat, tiba-tiba Bob mengajakku jalan-jalan di luar. Aku menolaknya dengan sopan.
"Kamu takut ya?"
"Tidak. Aku tidak takut. Aku hanya tidak ingin jalan berduaan dengan seorang pemuda di luar sana. Aku hanya tidak terbiasa melakukannya di tempat gelap."
Aku memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika seorang pemuda lokal mengajakku jalan-jalan di malam hari di suatu pantai di Bali. Singkat cerita, pengalaman tersebut cukup jadi pelajaran untuk tidak berjalan berduaan dengan pemuda lokal di tempat yang sepi. Lagian daripada jalan-jalan malam dengan pemuda yang tidak kukenal, lebih baik aku kembali ke kamar dan bersiap-siap untuk menikmati Tangkahan, besok seharian penuh.
Tadi setelah melewati Binjai, handphoneku tiba-tiba sudah kehilangan sinyal. Untunglah, ketika bus berhenti cukup lama di Simpang Robert, aku melihat toko pulsa lalu aku beli kartu SIM baru. Disini satu-satunya jaringan yang aktif adalah milik operator terbesar di Indonesia.
Lebih dari empat jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Tangkahan. Aku cari tempat makan dulu karena perutku sudah keroncongan. Dari tadi pagi aku belum makan. Sehabis makan, baru aku akan menghubungi penginapan dan memberitahu kalau aku sudah tiba di Tangkahan.
Ketika aku sedang makan, seorang pemuda datang dan berkata, "Asina ya?"
Hmmm, tak seorang pun yang kukenal di negeri antah berantah ini, kemungkinan besar dia adalah orang yang kuhubungi untuk reservasi penginapan. "Bob?"
"Iya" katanya dengan muka terpesona melihatku. Haha, sebenarnya bukan terpesona, tapi ekspresi wajahnya memiliki tanda tanya melihat tas ransel 55L-ku. Kami pun bersalaman. Lalu aku minta izin untuk menghabiskan makananku.
Ini pertama kalinya aku ke Tangkahan. Walaupun aku orang Sumatra Utara, tapi pengetahuanku mengenai daerah wisata Sumut sangat minim. Yang aku tahu hanyalah danau Toba. Kasihan sekali ya, justru sebagai orang asli malah tidak tahu sama sekali mengenai kampung halalamannya. Makanya misiku kali ini (jalan-jalan di Sumatra Utara) aku sudah terlebih dahulu mencari di internet mengenai tempat-tempat wisata yang menarik. Aku menemukan informasi mengenai Tangkahan. Dan saat ini aku sudah berada di Tangkahan.
Pemandangan sungai Batang dari depan penginapan |
Terlintas di dalam pikiranku kenapa sekarang (di umurku yang 26 tahun ini) aku baru menginjakkan kaki disini. Kenapa tidak dari dulu aku kenal tempat ini?!
Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol dengan Bob, aku permisi untuk kembali ke kamar. Hari ini cukup melelahkan, pukul 5 pagi dari Jakarta dan tiba di Tangkahan sekitar pukul 3 sore. Aku ingin istirahat. Sebenarnya aku sudah tidak sabar ingin memulai petualanganku disini. Ah, tapi aku masih punya banyak waktu untuk menikmati surga ini, dan aku tidak perlu terburu-buru.
Entah sudah berapa lama aku tidur. Aku terbangun karena mendengar seseorang memanggil namaku. Oh, ternyata si Bob. Yeah, hanya dia yang mengenalku disini. Di luar ternyata sudah gelap. Bob mengingatkanku untuk mencas handphone di restoran. Disini, pasokan listrik dihasilkan oleh tenaga genset dari jam 18.30 sampai 23.00.
Di restoran, Bob menanyakan berapa hari aku akan menghabiskan waktu disini? Tiga hari. Setelah Tangkahan, mau kemana lagi? Bukit Lawang. Tiba-tiba Bob mengatakan tidak perlu ke Bukit Lawang, lebih baik aku menghabiskan masa liburanku di Tangkahan saja. Aku cuma tertawa mendengarnya. Kubilang tidak bisa, aku ingin sekali melihat orang utan di Bukit Lawang.
Lalu aku bertanya pada Bob, kira-kira aktivitas apa yang biasa dilakukan wisatawan disini. Lalu Bob menjelaskan bahwa biasanya turis-turis trekking naik gajah, tubing sekalian mandi di air terjun, trekking di perkampungan, dan memandikan gajah.
Trekking dengan gajah, hmmmm, kedengarannya sangat menarik. Eh, ternyata besok semua gajah sudah dipesan. Baiklah tidak masalah, aku akan naik gajah hari Senin. Bob menjelaskan bahwa hari Senin dan Kamis adalah waktu istirahat buat gajah. Baiklah, mungkin aku belum berjodoh naik gajah.
"Air terjunnya bagus sekali loh!"
"Yakin bagus sekali?"
"Iya bagus sekali."
Ekspresi Bob ketika mengatakan bagus sekali memang menunjukkan air terjun tersebut benar-benar bagus. Lalu aku tertawa.
"Aku suka ketika kamu mengatakan bagus. Biasanya orang lokal, mungkin karena sudah terbiasa, belum pernah aku dengar orang lokal mengatakan bagus tentang daerahnya. Selalu mereka bilang 'ah masa sih bagus, aku merasa biasa saja'. Tapi karena kamu, orang lokal, yang bilang bagus, aku yakin pasti memang bagus. Baiklah aku ambil paket yang seharian. Tapi jangan mahal ya, aku ini sebenarnya orang miskin yang sok-sokan pergi berlibur."
Setelah semua beres, aktivitas yang ingin kulakukan besok sudah jelas, harganya juga sudah sepakat, tiba-tiba Bob mengajakku jalan-jalan di luar. Aku menolaknya dengan sopan.
"Kamu takut ya?"
"Tidak. Aku tidak takut. Aku hanya tidak ingin jalan berduaan dengan seorang pemuda di luar sana. Aku hanya tidak terbiasa melakukannya di tempat gelap."
Aku memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika seorang pemuda lokal mengajakku jalan-jalan di malam hari di suatu pantai di Bali. Singkat cerita, pengalaman tersebut cukup jadi pelajaran untuk tidak berjalan berduaan dengan pemuda lokal di tempat yang sepi. Lagian daripada jalan-jalan malam dengan pemuda yang tidak kukenal, lebih baik aku kembali ke kamar dan bersiap-siap untuk menikmati Tangkahan, besok seharian penuh.
Comments
Post a Comment