11> Sebuah kebaikan yang menyentuh hati

Karena sudah larut malam, hostku, Mba Yuli mengajakku masuk ke rumah. Rumah Mba Yuli terbuat dari tripleks dan memiliki dua ruangan yaitu ruangan depan dan ruangan tidur yang dibatasi oleh sehelai kain. Kondisi rumah Mba Yuli sangat kontras dengan rumah-rumah mewah di sekitarnya.

Kira-kira beginilah kondisi rumah mba Yuli
(foto: majalahversi.com)
Sambil berbaring, Mba Yuli bercerita mengenai kehidupannya. Dia lari dari suaminya. Suaminya berasal dari keluarga kaya. Mertuanya tidak setuju dengan pernikahan mereka karena dia berasal dari keluarga miskin. Dia seringkali mendapat hinaan dari mertuanya, sementara suaminya tidak pernah membelanya. Bagi suaminya, ibunya selalu benar. Karena sudah tidak tahan menghadapi sikap suami dan mertuanya, dia pergi ke Bali, bekerja sebagai buruh bangunan demi bisa menghidupi dirinya dan anak semata wayangnya.

Lalu aku tanya apakah anaknya pernah bertanya mengenai ayahnya. Mba Yuli bilang dulu memang sering ditanyain dan biasanya dia selalu menceritakan yang sebenarnya dengan kata-kata yang bisa dimengerti anak kecil. Tapi sekarang anaknya tidak pernah menanyakan ayahnya lagi. Malah kalau mereka yang bertanya mengenai ayahnya, anaknya selalu bilang kalau ayahnya jahat.

Aku tanya lagi bagaimana kalau suaminya datang dan berusaha mengambil anaknya. Dia bilang, dia akan berusaha mempertahankan anaknya, bagaimana pun caranya. Dia ingin membesarkan anaknya karena dia melihat bahwa ayahnya bukan sosok yang bisa mengasuh anak. Dia juga selalu menyisihkan sedikit dari upahnya untuk biaya sekolah anaknya nanti.

Jujur, aku tidak bisa merasakan apa yang telah dia alami. Mungkin karena aku tidak pernah mengalami seperti yang dialaminya. Tapi aku bisa membaca nada bicaranya yang begitu emosional menceritakan kelakuan suami dan mertuanya, serta tekad yang begitu kuat ketika bercerita mengenai anaknya. Dia bertahan hidup dan terus semangat menjalani kehidupan demi anaknya. Aku jadi teringat akan ibuku. Sejak ayahku meninggal belasan tahun yang silam, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana beliau berjuang seorang diri untuk menyekolahkan keenam anaknya.

Sambil mendengarkan mba Yuli bercerita, aku merenung. Begitu kuatnya naluri seorang ibu untuk melindungi anaknya. Begitu kuatnya semangat seorang ibu demi membuat anaknya menjadi orang sukses.

Ayah Mba Yuli sangat menyayangi cucunya. Anak kecil ini akan bertumbuh dalam kasih sayang ibu serta kakeknya. Anak kecil ini juga akan menjadikan kakeknya sebagai sosok pria yang kemungkinan besar akan ditiru hingga dia dewasa. Aku bersyukur anak kecil ini masih punya sosok panutan yang cukup baik dalam masa pertumbuhannya.

Setelah Mba Yuli selesai bercerita mengenai kehidupannya, aku bercerita padanya mengenai pria-pria yang kutemui di feri beberapa hari yang lalu. Spontan dia bilang, "Mba jangan mau diajak ama mereka." Sambil tersenyum kubilang padanya, aku pun merasa mereka bukan orang baik, jadi aku tidak mau ikut ama mereka. Dia menghela nafas lega, dan berkata, "Untung ga ikut ama mereka ya mba."

Mba Yuli bercerita mengenai Pak Janan. Pak Janan sudah seringkali menolong orang. Pak Janan punya prinsip bahwa selagi hidup kita harus selalu menolong orang, jadi suatu hari nanti kalau anak cucu kita tersesat di negeri orang, orang lain pun akan menolongnya. Mba Yuli sangat bersyukur aku ketemu Pak Janan.

Aku tanya kira-kira berapa yang harus aku bayar untuk ojek tadi. Mba Yuli bilang seiklasnya saja. Lalu aku bilang aku tidak terbiasa merepotkan orang, jadi aku akan membayar apa yang sudah aku terima. Aku tidak suka orang lain rugi materi karena diriku. Tiba-tiba mba Yuli bilang jangan samakan semua orang. Masih banyak orang-orang yang mau menolong tanpa mengharapkan apapun. Dia juga tidak ingin menerima apapun dariku. Aku terdiam.

Lalu mba Yuli mengajakku tidur.

Di pagi hari ketika aku terbangun, ternyata Mba Yuli sedang memasak. Ketika aku mencoba membantunya, ternyata tidak ada yang bisa kubantu. Nasi sudah dimasak oleh rice cooker. Mba Yuli sedang memasak sayur yang entah apa namanya. Sayur itu diambil dari sebuah pohon di dekat rumah. Setelah nasi dan sayur sudah matang, kami pun makan. Seumur hidupku, ini pertama kalinya aku makan tanpa lauk tapi rasanya sangat nikmat. Dan bertambah nikmat karena disediakan dengan segala ketulusan.

Setelah sarapan, Mba Yuli mengajakku mandi. Setelah melihat tempat permandian umumnya yang terlalu terbuka, aku urungkan niat mandi. Aku hanya sikat gigi dan cuci muka. Mba Yuli berusaha meyakinkanku bahwa tidak akan ada yang mengintip. Tapi aku benar-benar tidak bisa mandi di tempat terbuka seperti ini.

Sudah waktunya Mba Yuli berangkat kerja. Dia bersama beberapa wanita lainnya biasanya menyaring pasir atau mengaduk semen. Mereka digaji dengan sangat rendah. Mungkin memang UMR di Bali rendah, tapi kan mereka bekerja untuk membangun rumah mewah yang harganya milyaran. Hatiku miris, kok rasanya tidak adil buat para buruhnya. Mereka melakukan bagian pekerjaan kasar tapi digaji sedikit. Enak betul jadi kontraktor.

Ketika Mba Yuli bekerja, aku bermain bersama anaknya. Lalu Pak Janan datang dan menanyakan jam berapa aku akan ke Ubud. Aku jawab sekarang saja. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan temanku. Aku pamit ama yang punya warung. Ketika aku ingin membayar mie rebus yang kumakan semalam, si mbanya menolak. Lalu aku menjabat tangannya dan bilang makasih banyak.

Ketika aku sedang jalan menuju tempat kerja Mba Yuli, tiba-tiba aku terjatuh. Aku benar-benar lupa bagaimana kejadiannya, aku hanya ingat aku terjatuh dan ada luka besar di lututku. Ketika mereka melihat darah di kakiku, mereka begitu cemas. Kubilang tidak sakit, walaupun sebenarnya sangat perih. Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mba Yuli. Mba Yuli mengundangku untuk datang lagi ke rumahnya. Aku pamit kepada semua buruh bangunan walaupun aku tidak mengenal mereka.

Pak Janan mengantarku sampai ke Ubud. Di Ubud Center, aku lihat temanku turun dari ojek. Senang sekali rasanya. Aku langsung menghampirinya dan memeluknya.

Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Janan. Mudah-mudahan bisa ketemu lagi suatu hari nanti.

[Catatan penulis: pengalamanku di Saba merupakan pengalaman yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Memang aku tidak jadi tidur di villa. Tapi aku mendapatkan lebih dari hanya sekedar numpang tidur di villa. Dalam waktu yang sangat singkat aku telah belajar banyak hal mengenai makna hidup. Ini pertama kalinya aku menerima kebaikan dari orang asing. Sebuah pemberian yang telah membuatku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Seandainya aku berada di posisi yang memberi, pemberian itu memiliki nilai yang kecil, tapi bagi mba Yuli dia sudah memberikan yang seharusnya menjadi santapan sehari keluarganya kepadaku. Aku sangat bersyukur bisa mengenal Mba Yuli. Aku mulai menyadari seharusnya aku lebih mensyukuri kehidupan yang kumiliki saat ini.]

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat