10> Malam ini tidur di villa saja
Aku bayar ongkos ojek ke Pak Marwan, tapi dia menolaknya. Dia membuka dompetnya, dia ingin mengembalikan uang beli spare part motor tadi. Aku bilang ga perlu, buat keluarganya saja dan aku masih punya cukup uang untuk sampai ke Ubud. Saat kami berpisah, dia bilang kalau suatu hari nanti aku datang lagi ke Lombok, aku bisa mencarinya di Pemenang.
Di feri menuju Padang Bai, aku terus bertanya-tanya kok bisa jadi seperti ini. Apa aku punya dosa, makanya aku mengalami kejadian seperti ini? Apa aku pernah memeras orang lain, makanya sekarang ada orang yang ingin memerasku? Seumur hidupku, aku tidak pernah memeras orang lain. Aku tetap tidak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi padaku. Aku berusaha menenangkan pikiranku, bukankah ini sudah berlalu. Toh aku sudah meninggalkan Lombok.
Walaupun aku masih kesal akan kejadian di Senggigi, hatiku masih penuh cinta ketika mengingat pengalaman spiritualku di Gili Trawangan. Hatiku buncah dengan ucapan syukur. Aku merasa bahagia. Tapi sekarang aku benar-benar letih, aku ingin tidur. Dan lagi aku tidak tahu kegiatan menarik yang bisa kulakukan selama lima jam perjalanan menuju Padang Bai.
Ketika aku terbangun, di luar sudah gelap. Aku panik. Di Bali, jam 5 sore sudah tidak ada lagi angkutan umum. Tadi aku terlalu emosional ingin segera menyebrang tanpa memperhitungkan jam berapa aku akan tiba di Bali. Nah, kalau sudah seperti ini, aku jadi agak menyesal kenapa aku tidak menginap dulu satu malam di Mataram lalu besok pagi berangkat ke Bali.
Sepertinya orang yang di sebelahku adalah orang Bali, mungkin dia tahu bagaimana caranya ke Ubud. Dia menyarankanku ke Denpasar, lalu dari Denpasar aku naik taksi. Wah, kok jadi mutar-mutar, mendingan aku langsung naik taksi dari Padang Bai. Lalu dia bilang di Padang Bai tidak ada taksi. Waduh, bagaimana ini?!
Lalu ada seorang pria menawarkan bantuan. Dia bilang dia punya teman yang punya motor dan bisa mengantarku ke Ubud. Cukup sudah berurusan dengan orang lokal. Cukup sudah berurusan dengan laki-laki yang menawarkan bantuan. Cukup sudah. Aku akan mengupayakan sendiri bagaimana aku akan sampai ke Ubud.
Ketika sudah sampai di Padang Bai, aku sudah kehabisan akal. Aku masih sangat hijau melakukan perjalanan seperti ini. Aku kebingungan dan aku terus berpikir bagaimana selanjutnya dan apa yang akan kulakukan. Lalu aku melihat pria yang menawarkan bantuan tadi bersama anak dan istrinya. Saat itu kupikir dia tidak mungkin punya niat jahat di depan anak dan istrinya. Kemudian aku menghampirinya, "Bapak, maaf, apa bantuan yang tadi masih berlaku?"
"Oh, jadi mau dijemput ama teman saya aja?"
"Yah, saya pikir saya ga punya pilihan lain pak."
"Klo gitu saya telpon dia dulu ya!"
"Dia udah dalam perjalanan mba."
"Oh makasih ya pak."
Aku kirim SMS ke temanku yang di Ubud bahwa aku sudah di Padang Bai dan sedang nunggu ojek. Pak Janan bilang dari tempatnya ke Padang Bai butuh waktu sekitar 20 menit dengan motor. Oh ya, bapak yang sedang menolongku ini bernama Janan. Setelah dua jam yang sangat membosankan akhirnya orang yang ditunggu pun muncul. Lalu kami pergi.
Temanku terus menanyai dimana posisiku. Dia sudah bosan menunggu terlalu lama. Lalu, tiba-tiba handphoneku mati karena baterenya sudah habis. Ya ampun, kejadian apa lagi ini? Aku belum pernah ke Ubud, bahkan aku tidak tahu dimana temanku tinggal. Bagaimana aku akan menghubunginya? Pesan terakhir yang kuterima dia sedang duduk di depan sebuah mini market.
Kami tiba di Ubud jam 10 malam. Aku langsung berlari ke arah mini market yang dimaksud. Namun aku tidak melihat temanku disana. Lalu aku pergi ke rumah makan yang ditulis temanku di SMS, aku tanya apakah tadi ada seorang wanita makan disini sendiri. Pelayannya menjawab sudah lama pergi. Aku minta tolong apakah aku bisa mencharge handphoneku. Setelah handphoneku bisa hidup, aku coba telepon temanku. Handphonenya tidak aktif. Aku coba lagi, tetap tidak aktif. Mungkin dia marah karena sudah menungguku selama 4 jam.
Aku bilang ke Pak Janan bahwa temanku sudah pulang dan handphonenya tidak dapat dihubungi. Pak Janan mengusulkan kembali ke Saba, tempat mereka tinggal. Disana dia kerja buat seorang kontraktor yang kebetulan orang Jakarta. Dan kebetulan pula mereka sedang tidak ada, jadi aku bisa nginap malam ini di villa mereka. Tapi aku masih mau menunggu temanku sekitar 15 menit lagi. Kalau dalam 15 menit, temanku tetap tidak bisa dihubungi, aku akan memikirkan alternatif lain.
Setelah 15 menit, aku coba hubungi temanku. Handphonenya masih tidak aktif. Lalu aku tanya, "Pak, sepertinya malam ini saya nginap di villa yang bapak bilang tadi?!"
"Iya begitu saja. Lagian sekarang sudah malam. Besok saya yang akan antar mba kesini."
"Iya pak, begitu saja. Mungkin teman saya marah karena terlalu lama menunggu."
Kami pun kembali ke Saba. Di tengah jalan, temanku menelepon.
"Halo."
"Halo, dimana sekarang?"
"Aku baru aja balik dari Ubud. Maaf kak, tadi handphoneku mati, baterenya abis. Kakak dimana? Aku telpon-telpon ga aktif."
"Handphoneku mati, abis batere. Aku lupa pula bawa charger. Dan lagi udah malam, aku takut ga ada lagi taksi, ntar ga bisa pulang."
"Kak maaf banget. Tadi aku benar-benar ga bisa ngasih kabar karna handphoneku pun lagi mati. Kami tadi ada dua motor ke Ubud karna kupikir udah malam, jadi ada yang bisa antar kita ke rumah kakak."
"Oh, jadi gimana mo balik Ubud atau gimana?"
"Aku udah jauh dari Ubud. Udah ga mungkin balik lagi. Besok pagi aja ya ka aku datang! Malam ini aku tidur di rumah teman."
"Tapi aman kan?"
"Aman kok ka. Kebetulan teman punya villa di Saba. Jadi sekarang kami lagi jalan kesana. Besok pagi aja aku kesana ya kak?!"
"Ok lah klo gitu. Yang penting dirimu aman. Aku tadi takut ga bisa pulang makanya kebetulan ada taksi makanya aku pulang. Dan lagi kupikir taksinya bisa jemput dirimu dan ngantar kau kesini."
"Oh gitu ya ka. Tapi ya sudahlah, aku udah di jalan. Besok aja kita ketemu ya?!"
"Ok lah klo begitu. Daaaa."
"Daaaaa."
Aku sengaja bilang "teman" karena aku tidak ingin temanku kuatir. Firasatku Pak Janan ini orang baik, makanya aku mau ikut ama dia. Setelah tiba di Saba, aku disuruh duduk di sebuah warung kecil. Aku disuguhkan teh manis. Mereka bertanya darimana asalku dan apa yang sedang kulakukan disini. Aku menceritakan liburanku secara umum kecuali kejadian di Senggigi. Mereka tertarik mendengar ceritaku karena mereka semua adalah orang Lombok yang merantau ke Bali. Mereka bekerja sebagai kuli bangunan di kawasan perumahan mewah di Saba.
Setelah beberapa lama ngobrol-ngobrol, Pak Janan bilang bahwa ternyata pemilik villa sedang ada di tempat, jadi malam ini aku tidak bisa menginap di villa. Lalu kutanya malam ini aku tidur dimana. Pak Janan menunjuk sebuah gubuk di sebelah warung.
"Mba, malam ini tidur ama mba yang ini aja ya?!"
"Oh gpp kok pa. Yang penting malam ini saya punya tempat untuk tidur."
Di feri menuju Padang Bai, aku terus bertanya-tanya kok bisa jadi seperti ini. Apa aku punya dosa, makanya aku mengalami kejadian seperti ini? Apa aku pernah memeras orang lain, makanya sekarang ada orang yang ingin memerasku? Seumur hidupku, aku tidak pernah memeras orang lain. Aku tetap tidak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi padaku. Aku berusaha menenangkan pikiranku, bukankah ini sudah berlalu. Toh aku sudah meninggalkan Lombok.
Walaupun aku masih kesal akan kejadian di Senggigi, hatiku masih penuh cinta ketika mengingat pengalaman spiritualku di Gili Trawangan. Hatiku buncah dengan ucapan syukur. Aku merasa bahagia. Tapi sekarang aku benar-benar letih, aku ingin tidur. Dan lagi aku tidak tahu kegiatan menarik yang bisa kulakukan selama lima jam perjalanan menuju Padang Bai.
Ketika aku terbangun, di luar sudah gelap. Aku panik. Di Bali, jam 5 sore sudah tidak ada lagi angkutan umum. Tadi aku terlalu emosional ingin segera menyebrang tanpa memperhitungkan jam berapa aku akan tiba di Bali. Nah, kalau sudah seperti ini, aku jadi agak menyesal kenapa aku tidak menginap dulu satu malam di Mataram lalu besok pagi berangkat ke Bali.
Sepertinya orang yang di sebelahku adalah orang Bali, mungkin dia tahu bagaimana caranya ke Ubud. Dia menyarankanku ke Denpasar, lalu dari Denpasar aku naik taksi. Wah, kok jadi mutar-mutar, mendingan aku langsung naik taksi dari Padang Bai. Lalu dia bilang di Padang Bai tidak ada taksi. Waduh, bagaimana ini?!
Lalu ada seorang pria menawarkan bantuan. Dia bilang dia punya teman yang punya motor dan bisa mengantarku ke Ubud. Cukup sudah berurusan dengan orang lokal. Cukup sudah berurusan dengan laki-laki yang menawarkan bantuan. Cukup sudah. Aku akan mengupayakan sendiri bagaimana aku akan sampai ke Ubud.
Suasana malam di Padang Bai (bukan dok pribadi) |
"Oh, jadi mau dijemput ama teman saya aja?"
"Yah, saya pikir saya ga punya pilihan lain pak."
"Klo gitu saya telpon dia dulu ya!"
"Dia udah dalam perjalanan mba."
"Oh makasih ya pak."
Aku kirim SMS ke temanku yang di Ubud bahwa aku sudah di Padang Bai dan sedang nunggu ojek. Pak Janan bilang dari tempatnya ke Padang Bai butuh waktu sekitar 20 menit dengan motor. Oh ya, bapak yang sedang menolongku ini bernama Janan. Setelah dua jam yang sangat membosankan akhirnya orang yang ditunggu pun muncul. Lalu kami pergi.
Temanku terus menanyai dimana posisiku. Dia sudah bosan menunggu terlalu lama. Lalu, tiba-tiba handphoneku mati karena baterenya sudah habis. Ya ampun, kejadian apa lagi ini? Aku belum pernah ke Ubud, bahkan aku tidak tahu dimana temanku tinggal. Bagaimana aku akan menghubunginya? Pesan terakhir yang kuterima dia sedang duduk di depan sebuah mini market.
Kami tiba di Ubud jam 10 malam. Aku langsung berlari ke arah mini market yang dimaksud. Namun aku tidak melihat temanku disana. Lalu aku pergi ke rumah makan yang ditulis temanku di SMS, aku tanya apakah tadi ada seorang wanita makan disini sendiri. Pelayannya menjawab sudah lama pergi. Aku minta tolong apakah aku bisa mencharge handphoneku. Setelah handphoneku bisa hidup, aku coba telepon temanku. Handphonenya tidak aktif. Aku coba lagi, tetap tidak aktif. Mungkin dia marah karena sudah menungguku selama 4 jam.
Aku bilang ke Pak Janan bahwa temanku sudah pulang dan handphonenya tidak dapat dihubungi. Pak Janan mengusulkan kembali ke Saba, tempat mereka tinggal. Disana dia kerja buat seorang kontraktor yang kebetulan orang Jakarta. Dan kebetulan pula mereka sedang tidak ada, jadi aku bisa nginap malam ini di villa mereka. Tapi aku masih mau menunggu temanku sekitar 15 menit lagi. Kalau dalam 15 menit, temanku tetap tidak bisa dihubungi, aku akan memikirkan alternatif lain.
Setelah 15 menit, aku coba hubungi temanku. Handphonenya masih tidak aktif. Lalu aku tanya, "Pak, sepertinya malam ini saya nginap di villa yang bapak bilang tadi?!"
"Iya begitu saja. Lagian sekarang sudah malam. Besok saya yang akan antar mba kesini."
"Iya pak, begitu saja. Mungkin teman saya marah karena terlalu lama menunggu."
Kami pun kembali ke Saba. Di tengah jalan, temanku menelepon.
"Halo."
"Halo, dimana sekarang?"
"Aku baru aja balik dari Ubud. Maaf kak, tadi handphoneku mati, baterenya abis. Kakak dimana? Aku telpon-telpon ga aktif."
"Handphoneku mati, abis batere. Aku lupa pula bawa charger. Dan lagi udah malam, aku takut ga ada lagi taksi, ntar ga bisa pulang."
"Kak maaf banget. Tadi aku benar-benar ga bisa ngasih kabar karna handphoneku pun lagi mati. Kami tadi ada dua motor ke Ubud karna kupikir udah malam, jadi ada yang bisa antar kita ke rumah kakak."
"Oh, jadi gimana mo balik Ubud atau gimana?"
"Aku udah jauh dari Ubud. Udah ga mungkin balik lagi. Besok pagi aja ya ka aku datang! Malam ini aku tidur di rumah teman."
"Tapi aman kan?"
"Aman kok ka. Kebetulan teman punya villa di Saba. Jadi sekarang kami lagi jalan kesana. Besok pagi aja aku kesana ya kak?!"
"Ok lah klo gitu. Yang penting dirimu aman. Aku tadi takut ga bisa pulang makanya kebetulan ada taksi makanya aku pulang. Dan lagi kupikir taksinya bisa jemput dirimu dan ngantar kau kesini."
"Oh gitu ya ka. Tapi ya sudahlah, aku udah di jalan. Besok aja kita ketemu ya?!"
"Ok lah klo begitu. Daaaa."
"Daaaaa."
Aku sengaja bilang "teman" karena aku tidak ingin temanku kuatir. Firasatku Pak Janan ini orang baik, makanya aku mau ikut ama dia. Setelah tiba di Saba, aku disuruh duduk di sebuah warung kecil. Aku disuguhkan teh manis. Mereka bertanya darimana asalku dan apa yang sedang kulakukan disini. Aku menceritakan liburanku secara umum kecuali kejadian di Senggigi. Mereka tertarik mendengar ceritaku karena mereka semua adalah orang Lombok yang merantau ke Bali. Mereka bekerja sebagai kuli bangunan di kawasan perumahan mewah di Saba.
Setelah beberapa lama ngobrol-ngobrol, Pak Janan bilang bahwa ternyata pemilik villa sedang ada di tempat, jadi malam ini aku tidak bisa menginap di villa. Lalu kutanya malam ini aku tidur dimana. Pak Janan menunjuk sebuah gubuk di sebelah warung.
"Mba, malam ini tidur ama mba yang ini aja ya?!"
"Oh gpp kok pa. Yang penting malam ini saya punya tempat untuk tidur."
Comments
Post a Comment