Aku bukan backpacker
Istilah backpacking atau backpacker sedang naik daun di Indonesia. Ketika orang ingin pergi berlibur, kata-kata yang digunakan seringkali seperti ini: "Ayo backpackeran ke Bali!", "Saya mau bekpek nih ke Lombok.", atau "Gaya ransel atau koper?".
Menurut wikipedia, backpacking (backpacker adalah orang yang melakukannya) adalah sebuah konsep melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dalam jangka waktu lama dengan membawa backpack/ransel dan memiliki anggaran yang sedikit. Sehingga biasanya para backpacker selalu memilih hostel daripada hotel serta sarana transportasi yang murah.
Banyak sekali aku baca ataupun dengar perjalanan orang yang dengan bangganya mengatakan bahwa dia baru saja backpackeran dari Malaysia atau dari Thailand atau dari Singapura atau mungkin Bali selama 3 hari. Aku tidak tahu apa tolak ukur orang-orang ini mengatakan dia baru saja melakukan backpacking. Apakah karena dia membawa ransel bukan koper? Atau dia menghabiskan sangat sedikit uang dalam melakukan perjalanan tersebut? Sementara mereka cuma berlibur selama 3 hari.
Aku juga pernah membaca catatan perjalanan yang bepergian menggunakan ransel. Tidur di losmen. Namun ketika hendak balik ke tanah air atau katakanlah ke kota asal, dia membeli oleh-oleh yang totalnya jauh lebih banyak dari uang dikeluarkan untuk perjalanan tersebut. Orang-orang ini pun dengan bangganya mengatakan dia baru saja melakukan backpacking.
Ada lagi kalangan yang menamakan diri mereka backpacker. Mereka ini berasal dari macam-macam negara yang ada di dunia ini. Mereka telah atau malah masih melakukan perjalanan ke negara-negara lain selama berbulan-bulan bahkan ada yang sudah bertahun-tahun belum juga balik ke negaranya.
Terlalu banyak pendapat yang berbeda mengenai defenisi backpacking ini. Makanya aku tidak mau terjebak di dalamnya. Ketika banyak yang menyematkan gelar backpacker pada diriku, selalu kutampik dengan mengatakan bahwa aku bukan backpacker.
Aku sendiri tidak merasa sebagai backpacker. Aku masih sangat pemula dalam hal bepergian ke tempat-tempat asing. Dan sejauh ini perjalanan terlama yang aku lakukan hanyalah perjalanan keliling Indonesia selama 6 bulan.
Aku tidak ingin berada di dalam kotak-kotak yang dibikin oleh orang-orang. Ada kalanya orang-orang yang mengakui dirinya sebagai backpacker menganggap rendah orang-orang yang lebih memilih liburan yang eksklusif dengan tinggal di hotel bagus. Mereka bilang orang-orang ini tidak memiliki jiwa petualangan dan ga mau diajak susah. Kalau dia lebih bisa menikmati liburan dengan cara seperti itu, so what?!
Aku tidak ingin terkonsep dengan anggaran yang minim ini. Memang aku suka mencari penginapan yang murah, kalau bisa yang paling murah. Namun, kalau tempat tersebut tidak memberikan kenyamanan bagiku (walaupun bagi sebagian besar pelancong, penginapan hanyalah tempat untuk tidur) aku rela mengeluarkan dana lebih untuk mendapatkan tempat menginap yang memberikan rasa nyaman menurut standarku.
Aku juga tidak suka mengejar tiket murah. Hmmmm, baiklah, sebenarnya bukan itu maksudku. Ketika suatu maskapai mengiklankan secara besar-besaran tiket promo untuk tahun depan, beribu-ribu bahkan mungkin berjuta-juta orang mencoba mendapatkannya hingga ada yang stres karena tidak berhasil mendapatkan tiket dengan tujuan yang diinginkan. Aku tidak pernah ikut serta dalam ajang mendapatkan tiket murah ini. Karena terlalu banyak yang akses, server mereka sering kali jadi down dan membuat frustasi ketika mengaksesnya. Selain itu, aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi tahun depan. Aku tidak ingin membeli tiket yang tidak pasti bisa aku gunakan atau tidak. Aku tidak ingin membuang uang walaupun cuma 10 ribu karena tiketnya hangus. Aku lebih suka cari tiket murah di saat aku ingin melakukan liburan daripada aku terpaksa liburan karena sudah beli tiket.
Selain itu, ketika melakukan perjalanan, di beberapa tempat ada hal yang sangat ingin aku lakukan dan kemungkinan besar pasti aku lakukan. Aku suka menyelam. Ketika aku mengunjungi surganya para penyelam, aku pun ingin melihat langsung keindahan itu. Hobi yang satu ini sangat mahal. Biaya untuk sekali menyelam saja bisa menjadi biaya hidupku selama beberapa minggu.
Pokoknya dalam beberapa segi, aku memang belum cocok dikategorikan sebagai backpacker.
Seorang Backpacker |
Banyak sekali aku baca ataupun dengar perjalanan orang yang dengan bangganya mengatakan bahwa dia baru saja backpackeran dari Malaysia atau dari Thailand atau dari Singapura atau mungkin Bali selama 3 hari. Aku tidak tahu apa tolak ukur orang-orang ini mengatakan dia baru saja melakukan backpacking. Apakah karena dia membawa ransel bukan koper? Atau dia menghabiskan sangat sedikit uang dalam melakukan perjalanan tersebut? Sementara mereka cuma berlibur selama 3 hari.
Aku juga pernah membaca catatan perjalanan yang bepergian menggunakan ransel. Tidur di losmen. Namun ketika hendak balik ke tanah air atau katakanlah ke kota asal, dia membeli oleh-oleh yang totalnya jauh lebih banyak dari uang dikeluarkan untuk perjalanan tersebut. Orang-orang ini pun dengan bangganya mengatakan dia baru saja melakukan backpacking.
Ada lagi kalangan yang menamakan diri mereka backpacker. Mereka ini berasal dari macam-macam negara yang ada di dunia ini. Mereka telah atau malah masih melakukan perjalanan ke negara-negara lain selama berbulan-bulan bahkan ada yang sudah bertahun-tahun belum juga balik ke negaranya.
Terlalu banyak pendapat yang berbeda mengenai defenisi backpacking ini. Makanya aku tidak mau terjebak di dalamnya. Ketika banyak yang menyematkan gelar backpacker pada diriku, selalu kutampik dengan mengatakan bahwa aku bukan backpacker.
Aku sendiri tidak merasa sebagai backpacker. Aku masih sangat pemula dalam hal bepergian ke tempat-tempat asing. Dan sejauh ini perjalanan terlama yang aku lakukan hanyalah perjalanan keliling Indonesia selama 6 bulan.
Aku tidak ingin berada di dalam kotak-kotak yang dibikin oleh orang-orang. Ada kalanya orang-orang yang mengakui dirinya sebagai backpacker menganggap rendah orang-orang yang lebih memilih liburan yang eksklusif dengan tinggal di hotel bagus. Mereka bilang orang-orang ini tidak memiliki jiwa petualangan dan ga mau diajak susah. Kalau dia lebih bisa menikmati liburan dengan cara seperti itu, so what?!
Aku tidak ingin terkonsep dengan anggaran yang minim ini. Memang aku suka mencari penginapan yang murah, kalau bisa yang paling murah. Namun, kalau tempat tersebut tidak memberikan kenyamanan bagiku (walaupun bagi sebagian besar pelancong, penginapan hanyalah tempat untuk tidur) aku rela mengeluarkan dana lebih untuk mendapatkan tempat menginap yang memberikan rasa nyaman menurut standarku.
Aku juga tidak suka mengejar tiket murah. Hmmmm, baiklah, sebenarnya bukan itu maksudku. Ketika suatu maskapai mengiklankan secara besar-besaran tiket promo untuk tahun depan, beribu-ribu bahkan mungkin berjuta-juta orang mencoba mendapatkannya hingga ada yang stres karena tidak berhasil mendapatkan tiket dengan tujuan yang diinginkan. Aku tidak pernah ikut serta dalam ajang mendapatkan tiket murah ini. Karena terlalu banyak yang akses, server mereka sering kali jadi down dan membuat frustasi ketika mengaksesnya. Selain itu, aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi tahun depan. Aku tidak ingin membeli tiket yang tidak pasti bisa aku gunakan atau tidak. Aku tidak ingin membuang uang walaupun cuma 10 ribu karena tiketnya hangus. Aku lebih suka cari tiket murah di saat aku ingin melakukan liburan daripada aku terpaksa liburan karena sudah beli tiket.
Selain itu, ketika melakukan perjalanan, di beberapa tempat ada hal yang sangat ingin aku lakukan dan kemungkinan besar pasti aku lakukan. Aku suka menyelam. Ketika aku mengunjungi surganya para penyelam, aku pun ingin melihat langsung keindahan itu. Hobi yang satu ini sangat mahal. Biaya untuk sekali menyelam saja bisa menjadi biaya hidupku selama beberapa minggu.
Pokoknya dalam beberapa segi, aku memang belum cocok dikategorikan sebagai backpacker.
Nggak perlu pusing menyebut diri kita apa dan bagaimana cara kita bepergian. Yang backpackeran dengan budget minim bukan berarti lebih keren daripada yang "ala koper" begitu juga sebaliknya. Yang terpenting ialah bagaimana kita memaknai sebuah perjalanan. Bukan begitu mbak? :)
ReplyDeleteiya mba. lagian ga penting ala ransel atau koper. yang penting bagaimana kita menikmati perjalanan kita.
ReplyDeleteaku setuju mba, yg ngaku2 backpacker ini ga lebih keren ama ala koper.
Tulisannya menyentuh saya, haha. Apakah saya backpacker? entahlah...
ReplyDeletebagiku backpacker hanyalah sebuah istilah. hanya pemula lah yang akan bangga disebut backpacker karena mereka butuh pengakuan. semakin lama bergelut di bidang ini, pengakuan itu sudah tidak penting lagi.
Deletesalam backpacker
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete