4> Sendiri di Gili Trawangan

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Di antara sadar dan tidak sadar, aku mendengar: "Hey now, hey now. Don't dream it's over." Sepenggal lagu yang dinyanyikan oleh Six Pence None The Richer tersebut membuat dadaku sesak. Tiba-tiba saja aku merindukan pria itu, cinta pertamaku yang telah pergi. Rasa rindu yang begitu besar ini datang kembali dan terasa sangat menyakitkan.


Sejenak aku tertegun, seolah-olah ada yang sedang menasihatiku untuk melupakannya. Berkali-kali aku meyakinkan diriku sendiri bahwa dia hanya pergi sementara waktu saja. Dia pasti akan kembali. Namun, sudah hampir setahun tapi dia tak kembali. Dia benar-benar tak kembali.

Kejadian setahun yang silam masih begitu segarnya di dalam ingatanku, seolah-olah semuanya baru terjadi kemarin. Ahhh... aku belum juga bisa melupakan dirinya. Namun, aku juga sudah letih untuk terus mengingatnya, cintaku yang tak pernah kembali. Aku benar-benar ingin melepaskan semua kenangan tentang dirinya dari hidupku. Bahkan hal-hal kecil yang pernah dia lakukan yang seringkali membuatku senyum-senyum sendiri.

Kupegang dadaku, aku merasa sakit. Hatiku masih terluka.

Tiba-tiba aku menjadi sedih, kucoba menangis, namun air mataku tidak keluar. Aku hanya bisa terdiam, merenungi semua rasa sakit ini. Pikiranku kosong.

Sepertinya aku butuh udara segar, lalu aku memutuskan untuk jalan-jalan di luar. Aku berjalan tanpa tahu hendak kemana karena aku memang tidak mengenal daerah ini. Dan aku pun tidak ingin bertanya karena aku memang tidak ingin berbicara dengan siapapun. Aku sedang ingin sendiri.

Kemudian aku menemukan pantai, lalu aku mencari tempat yang agak jauh dan sepi. Aku menggelar sarung pantai yang baru saja aku beli. Aku duduk sambil mendengar lagu-lagu lembut yang sebagian besar lagunya Enya. Kututup mataku. Aku hanyut di dalam pikiranku.

Disinilah aku menikmati kesendirianku
Aku bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi padaku. Aku sangat membenci diriku. Aku sangat membenci Tuhan. Aku sudah merencanakan dengan matang untuk pulang dan merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluargaku. Aku sudah beli tiket pp (pulang pergi) karena aku benar-benar ingin pulang setelah 3 tahun sibuk mengejar karir. Aku sudah membayangkan nanti setibanya aku di rumah, aku akan langsung mencium kaki ibuku serta mengucapkan kata-kata terima kasih dan permintaan maaf yang seharusnya sudah kulakukan dari dulu. Namun, malam itu, di bulan September, Tuhan memanggil ibuku. Tiket yang sudah kubeli untuk bulan Desember menjadi mimpi buruk.

Aku belum sempat mengucapkan kata-kata maaf. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih. Jiwaku hancur berkeping-keping. Emosiku kacau. Batinku terluka parah. Hatiku sakit sekali. Aku sudah tidak punya semangat hidup. Selama ini aku bertahan hidup karena aku punya mimpi dan harapan bisa membahagiakan ibuku suatu hari kelak. Membawa beliau liburan ke tempat-tempat yang indah. Sekarang untuk siapa lagi aku bertahan hidup?

Aku kehilangan arah. Bahkan aku berdoa memohon supaya aku bisa ikut kemana ibuku pergi. Aku mencintai ibuku. Aku sangat mencintai beliau. Tapi kenapa ini bisa terjadi padaku. Kenapa? Kenapa Tuhan? Kenapa Tuhan begitu kejam? Mengapa Tuhan begitu tega membuat aku hancur seperti ini?

Kenapa? Kenapa? Kenapa? Aku butuh jawaban Tuhan. Aku butuh jawaban....

Setelah sekian lama berada di alam pikiranku, aku membuka mata dan aku melihat ada 3 orang (2 cowo bule dan 1 cewe lokal) sedang ngobrol-ngobrol tidak jauh dari tempatku. Kehadiran mereka membuat suasana kesendirianku jadi sedikit terganggu. Tadi aku memilih tempat ini karena kupikir hanya aku sendiri yang akan menikmati pantai ini serasa pantai pribadi.

Tiga orang pengganggu
Aku mengalihkan pandanganku dari ketiga orang tersebut. Eh tiba-tiba aku melihat ada siput putih di dekat kakiku. Aku nyaris tidak mengenali siput tersebut karena warnanya hampir sama dengan pasir di sekitarnya. Aku begitu asiknya melihat apa yang dilakukan siput tersebut. Tiba-tiba siput tersebut sadar sedang ditonton, lalu dia lari dengan kaki-kakinya yang kecil dan menghilang di laut.

Sekarang dua cowo bule tersebut sedang bermain badminton persis di depanku dan salah satunya selalu melihat ke arahku. Kehadiran mereka saja sudah sangat menggangguku apalagi sikapnya yang ingin kenalan tersebut. Tidak bisakah mereka melihat aku sedang ingin sendiri?

Jauh-jauh aku datang kesini hanya untuk menenangkan emosiku yang sedang kacau. Aku begitu depresi karena kehilangan cinta dan aku belum siap memasuki sebuah hubungan baru, walaupun itu hanya sekedar berkenalan. Aku belum siap dan aku memang sedang tidak ingin.

Tidak henti-hentinya mereka melakukan hal-hal konyol di sekitarku, dan aku tetap pada sikapku yang tidak mau membuka diri. Aku ingin sekali teriak ke arah mereka: "AKU INGIN SENDIRI, PERGILAH KALIAN MENJAUH DARIKU." Tapi aku tak berhak mengatakannya karena ini bukan pantai pribadiku. Akhirnya karena aku sudah tidak tahan lagi dan matahari juga sudah terbenam, aku kemasi semua barangku lalu beranjak pergi.

Ketika aku berjalan keluar dari pantai, ada seorang pria sedang mengamatiku dengan tanda tanya besar di dahinya. Aku menoleh ke arahnya, namun dia tak mengatakan apa-apa.

Hari ini cukup menyenangkan. Aku benar-benar sendiri. Tak ada yang mengenalku. Tidak ada yang berbicara denganku. Tidak ada hal penting yang menguras pikiranku. Kehidupan berjalan dengan begitu pelannya. Aku merasa agak lega. Sedikit. Beban di pundak ini sedikit berkurang. Walaupun tadi ada sedikit gangguan tapi aku sudah melupakannya. Aku cukup puas hari ini.

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

[Bahasa Italia] Kata Sifat