Masangin di alun-alun selatan keraton Jogja

Malam pertama kami di Jogja, kami sudah tidak sabar untuk jalan-jalan di Malioboro. Ini pertama kalinya kami ke Jogja, kecuali teman kami Lindra. Dan sepertinya orang-orang memang tidak pernah bosan ke Malioboro ini, malam itu jalanan penuh dengan lautan manusia. Jadi inilah kota Jogja. Selamat datang di Malioboro.

Warung makan lesehan di Malioboro
Di sepanjang jalan, kami melihat berjejer warung makan lesehan. Memang, Jogja terkenal dengan warung makan lesehannya dan selagi kami liburan disini kami pun ingin mencobanya. Dari kami mulai duduk sampe kami selesai makan, tak henti-hentinya pengamen datang silih berganti. Apakah mereka tidak ingin melihat kami makan dengan tenang?!

Setelah selesai makan malam yang ternyata harganya suangat muahal itu, lalu kami pun melanjutkan jalan-jalan menikmati suasana malam kota Jogja. Lalu Lindra mengajak kami ke alun-alun selatan, malam-malam begini biasanya disana sangat ramai. Karena kami bertiga tidak pernah ke Jogja, kami pun mengiyakan.

Menurut keterangan Lindra, alun-alun selatan itu agak jauh dan cukup melelahkan kalo berjalan kaki. Pengalaman tadi sore cukup membuat kami trauma naik becak, makanya kami mencari taksi.

Sesampainya di alun-alun selatan, ternyata disana memang ramai sekali. Di pinggir jalan, banyak warung-warung lesehan. Orang-orang duduk di warung sambil ngobrol-ngobrol. Ada juga yang membentuk kelompok, mereka duduk sambil becanda di atas rumput. Yang tak kalah seru adalah keramaian di tengah-tengah alun-alun. Ada yang bermain gasing, ada yang cuma berdiri menikmati keramaian.

Naik sepeda tandem di alun-alun
Aha... ada penyewaan sepeda tandem. Kami menyewa 2 sepeda. Aku bareng ama Lindra. Karena sama sekali tidak bisa naik sepeda, aku duduk di kursi belakang. Kami mengeliling alun-alun dan di sepanjang jalan terutama aku tak henti-hentinya teriak "yuuhuuuuuu...." Senang rasanya teriak di tempat yang mana tak seorang pun mengenalku. Batas waktu sekali penyewaan sepeda adalah 2 kali mengelilingi alun-alun, namun demikian kami pun sudah cukup puas.

Masangin, kepercayaan lokal Jogja
Di tengah alun-alun ada 2 pohon beringin besar. Menurut kepercayaan lokal jika dengan mata tertutup kita berhasil melewati kedua pohon tersebut niscaya permohonan kita akan terkabul. Tradisi ini disebut dengan masangin dan masih dipercayai oleh orang-orang hingga sekarang. Menurut pendapatku, itu hanyalah semacam mitos untuk menarik minat wisatawan.

Lindra mengajak kami kesana. Aku tidak percaya mitos, tapi aku ingin sekali mencoba masangin ini. Waktu kami sudah berada di dekat kedua pohon tersebut, eh ternyata tanah di sekitarnya becek karena hujan tadi sore. Melihat kondisi tanah yang becek, aku jadi membatalkan niatku untuk menguji kebenaran mitos tersebut.

Banyak yang tertarik mencoba peruntungan mereka, dengan mata tertutup mereka mencoba melewati kedua pohon tersebut. Ternyata kita boleh dituntun oleh teman kita, namun mereka tidak diperbolehkan memberi tahu arah bahkan mengajak kita ngobrol. Dan kuperhatikan banyak sekali yang gagal, mereka berjalan ke arah yang salah. Ada yang berputar-putar tidak jelas kemana arahnya bahkan mendekati pohon pun tidak.

Malam semakin larut dan kami pun sudah cukup puas menikmati malam pertama kami di Jogja. Saatnya kembali ke penginapan. Kami mencari taksi. Di pertigaan, aku ingin mengambil foto ketiga temanku dari seberang jalan. Eh, tiba-tiba lewat sebuah mobil dan orang di dalam mobil memotretku sekali. I have no idea about this.

Hari ini sangat-sangat menyenangkan dan cukup melelahkan. Saatnya tidur dulu.


Asina Siagian

Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

Setahun Setelah Keliling Indonesia