8) Bukit Lawang, surganya orangutan

Di pagi hari, aku sudah bersemangat karena membayangkan akan tubing hari ini. Balu memintaku menunggu di bawah pohon seri (cherry). Kelamaan menunggu, aku berbincang-bincang dengan warga lokal. Tiba-tiba mereka bilang, "Sudah ke feeding saja dulu, lagian sekarang lagi kasih makan orangutan."

Disini istilah 'sebentar' bisa berarti setengah jam, satu jam, dua jam atau sampai waktu yang tidak terhingga. Kita tidak tahu berapa lama, hanya orang yang bersangkutan yang tahu. Bahkan Tuhan pun sepertinya tidak tahu berapa lama. Namun orang tersebut akan tetap mengatakan hanya sebentar.

Kemarin, kami tidak jadi tubing karena Balu selalu mengatakan sebentar, namun urusannya tak kunjung selesai. Tadi, beberapa menit yang lalu, dia juga mengatakan sebentar. Aku berpikir, berdasarkan pengalaman kemarin dan hari ini, walaupun dia bilang sebentar bisa jadi sebenarnya maksudnya masih lama lagi. Saat ini saja, aku sudah menunggunya lebih dari sebentar.

Walaupun sempat agak ragu, karena sudah terlanjur berjanji dengan Balu, tapi aku juga ingin sekali melihat orangutan secara langsung. Kemarin kami tidak menemukan satu pun orangutan saat trekking di hutan. Aku sudah berada di Bukit Lawang, masakan aku tidak melihat orangutan, makanya akhirnya aku memutuskan untuk melihat feeding orangutan.

Aku tidak tahu jalan menuju feeding. Tadi bapak tukang perahu sekaligus yang berhasil mempengaruhiku untuk lihat feeding orangutan mengatakan bahwa cewek bule yang satu perahu denganku sudah melihat feeding kemarin. Aku hanya perlu mengikutinya.

Di pos, sepertinya petugas-petugasnya berpikir bahwa aku adalah pemandu si cewek bule karena kami datang bersamaan. Aku langsung disuruh masuk tanpa menulis nama di buku tamu. Mereka juga tidak bertanya apakah aku bawa kamera. Informasi yang kudapat jika turis membawa kamera ke tempat feeding akan dikenakan biaya 50 ribu per kamera. Syukurlah, lumayan juga mengirit 50 ribu (hehe).

Orangutan Sumatra
Di feeding center, akhirnya aku melihat orangutan dari jarak yang sangat dekat. Selama ini aku hanya melihat orangutan di buku dan TV. Tapi saat ini, aku melihatnya langsung dengan mataku sendiri. Aku senang sekali. Mimpi yang menjadi kenyataan.

Bukit Lawang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Bukit Lawang atau lebih dikenal dengan nama Bohorok merupakan tempat konservasi orangutan. Jadwal memberi makan orangutan dilakukan pada pukul 9 pagi dan pukul 4 sore. Setiap harinya. Orangutan termasuk hewan yang hampir punah. Beruntunglah orangutan-orangutan yang tinggal di taman nasional ini. Disini mereka dilindungi. Hutan Bohorok adalah surga buat mereka. Kalau musim buah, mereka bisa mencari makanan di dalam hutan. Tetapi kalau musim paceklik, setiap hari pasti selalu ada ranger yang akan memberi mereka makan setiap hari.

Feeding (memberi makan) orangutan
Ada kejadian lucu di tempat feeding, tiba-tiba ada seekor orangutan jantan pelan-pelan mendekati seekor betina. Tak lama kemudian mereka kawin. Kami semua yang ada disana langsung mendongak hanya untuk menonton kejadian vulgar tersebut. Mereka melakukannya di dahan pohon yang sangat tinggi sehingga dalam waktu 5 menit sudah membuat leher pegal. Beberapa turis termasuk aku mengabadikan momen tersebut.

Setelah adegan tersebut selesai, masing-masing orangutan masuk ke dalam hutan dengan arah yang berbeda. Kami semua pun satu per satu beranjak pergi.

Di pinggir sungai, kami tidak melihat tukang perahu. Pergi kemana dia? Sembari menunggu perahu datang, aku, cewek bule yang tadi, dan seorang cowok bule duduk di atas batu kerikil yang bertebaran di sepanjang sungai. Ternyata, kalau kita mengambil waktu sejenak, kita bisa merasakan keindahan yang diberikan alam di sekitar kita. Aku mengamati sekitarku, indah sekali.

Setelah cukup lama, akhirnya tukang perahu datang. Dia segera membawa perahunya ke seberang untuk menjemput kami. Aku kasih selembar 5 ribu, tapi tukang perahu menolaknya. Lalu aku pun mengucapkan terima kasih banyak.

Di ujung jalan, aku melihat cowok bule tadi sedang berdiri sepertinya sedang menunggu seseorang. Lalu kulihat ke belakangku, mungkin dia sedang menunggu cewek bule yang tadi, tapi ternyata tidak ada orang di belakangku. Aku ingin mengucapkan "Hi" seperti yang lazim dilakukan oleh turis-turis di daerah wisata tapi entah kenapa lidahku kelu. Aku hanya menatapnya, mengangguk pelan lalu pergi berlalu.

Aku penasaran siapa yang dia tunggu, setelah berjalan beberapa langkah, aku menoleh ke belakang. Ternyata dia berjalan seorang diri.

Ketika kembali ke penginapan, ternyata Balu sudah pergi memandu turis lain trekking di hutan. Sepertinya aku tidak akan tahu bagaimana rasanya tubing di sungai Bohorok.

Sebelum check out, aku jalan-jalan di sekitar Bohorok sekalian cari warung untuk makan siang. Ketika aku sedang makan, ibu pemilik warung bercerita mengenai kisah hidupnya yang pahit ketika menjadi tenaga kerja di Malaysia hingga pada akhirnya dia punya warung makan di pinggir sungai Bohorok ini. Dia bercerita bagaimana dia pernah dipukul oleh majikannya, lalu gajinya yang dipotong oleh agen penyalur TKI (tenaga kerja Indonesia), sampai ketika visanya sudah habis dan dia harus kembali ke tanah air, agen tersebut tidak memberikannya tiket pulang. Singkat cerita dia ditampung di sebuah mess sampai akhirnya bisa pulang ke rumah. Dia juga mengatakan bahwa disini banyak sekali prostitusi. Ciri khas kehidupan di daerah objek wisata.

Ketika aku kembali ke penginapan, aku berpapasan dengan cowok bule tadi. Dia tersenyum padaku dan mengatakan, "Hi."

"Hi", kubalas dengan kata yang sama dan melanjutkan perjalananku. Sebentar lagi jam 12, jadi aku harus buru-buru kembali ke penginapan, mengemasi semua barang-barangku, lalu check out.

Di restoran penginapan, aku berkenalan dengan Sally, seorang turis dari Belanda. Dengan penuh semangat, dia bertutur bahwa dia sangat mengagumi cara hidup masyarakat Indonesia yang ramah, suka menolong, dan suka berbagi. Lalu kukatakan padanya memang begitulah cara kami hidup. Dia mengatakan justru itu yang membuat dia kerasan tinggal disini dan merasa sedih karena dia hanya memiliki 5 minggu untuk berlibur di Indonesia. Dia juga mengatakan ingin tinggal di Indonesia saja, dia bisa cari kerja sebagai guru. Dia bisa mengajar bahasa Inggris maupun Belanda.

Sally bercerita mengenai perbedaan kehidupan di Indonesia dan Belanda. Di Belanda, jika ada makanan satu orang hanya bisa mengambil satu bagian. Setelah semuanya sudah mendapat bagian, sisanya akan disimpan. Di Indonesia tidak seperti itu, kalau ada makanan silahkan ambil seberapa banyak yang ingin kau makan dan kalau boleh semua makanan harus habis, jangan sampai bersisa.

Tanpa terasa sudah jam 3 sore. Ternyata sudah tiga jam kami berbincang-bincang. Dalam waktu yang singkat kami menjadi begitu akrabnya, seolah-olah teman lama yang hanya saling bertukar kabar. Jika kami bertemu kemarin, tentulah semalam kami tidak akan tidur karena topik pembicaraan kami sangat banyak dan tidak ada habis-habisnya (haha).

Sally, semoga harapanmu bisa jadi kenyataan. Mungkin kita akan bertemu suatu hari nanti, mungkin juga kita tidak akan pernah bertemu lagi. Bagaimanapun aku senang bisa mengenalmu dan menjadi teman akrab walaupun hanya sesaat.

Selamat tinggal Sally. Selamat tinggal Bukit Lawang. Aku harus pulang sekarang. Aku tidak ingin tiba terlalu malam di Medan. Jam 7 besok pagi, pesawat akan membawaku ke Nias.


Comments

Popular posts from this blog

[Bahasa Italia] Apa Kabar?

[Bahasa Italia] Ucapan Salam

Setahun Setelah Keliling Indonesia