1> Sebuah Perjalanan
Ini adalah sebuah kisah perjalanan seorang wanita. Wanita yang mengalami banyak kesedihan dalam hidupnya dan pergi mencari pemulihan. Wanita yang tersesat dalam kehidupannya sendiri dan pergi mencari pencerahan.
Ini adalah kisahku. Sebuah perjalanan yang membawaku pergi jauh dari rumah, ke tempat-tempat baru, bertemu orang-orang baru, melarikan diri sejenak dari kehidupan, setelah itu kembali ke rumah.
Sejak ibuku meninggal, emosi dan jiwaku terus down, harapan hidupku semakin lama semakin menipis, dan aku pun mengalami gejala skizofernia alias ganguan jiwa. Di tahun yang sama, beberapa bulan sebelumnya, aku juga kehilangan cinta pertamaku. Aku patah hati dan membuatku depresi hingga terkena alergi kulit.
Setelah ibuku meninggal, adikku pindah ke Jakarta. Susah sekali mencari sekolah untuk adikku yang masih SMP padahal dokumen kepindahan sudah lengkap. Dalam tiga bulan entah sudah berapa puluh kali kami ditolak dengan alasan pendaftaran siswa baru sudah ditutup. Hal ini begitu menguras kekuatanku secara fisik dan emosi.
Ah... banyak sekali masalah yang terjadi dalam hidupku.
Tiap hari aku melakukan meditasi untuk menenangkan pikiranku. Aku juga beberapa kali konsultasi dengan seorang psikolog. Selain itu aku juga sering konseling ke gereja, dengan berurai air mata aku memohon untuk mendoakanku supaya aku diberi kekuatan oleh Tuhan untuk bisa melalui ini semua.
Aku sudah terlalu letih dengan hidupku. Emosiku berada di ujung tanduk. Lalu aku memutuskan untuk pergi berlibur ke tempat yang jauh. Kemana saja, yang penting pergi sejauh-jauhnya dari Jakarta. Dan inilah yang membuatku melakukan perjalanan hingga ke pulau Lombok. Seorang diri.
Sekarang aku berada di Gili Trawangan. Hari pertamaku di gili, aku mencoba menangis seperti yang biasa kulakukan tiap hari, tapi ternyata air mataku tidak keluar. Keesokan harinya, aku coba lagi menangis, tapi air mataku tidak juga keluar.
Di gili ada seorang pria yang bertanya kepadaku kenapa aku bisa pergi jauh dari rumah dan jalan-jalan seorang diri. Aku hanya menjawab dengan singkat bahwa hatiku sedang terluka. Dia cuma terdiam memandangku dengan alis sedikit terangkat. Syukurlah tidak ada pertanyaan lanjutan.
Sekiranya dia bertanya lagi, tentu saja aku tidak akan menjawabnya. Dalam buku Don't sweat the small stuff for women, sang penulis mengatakan jika kita punya masalah sebaiknya kita hanya menceritakannya sekali saja kepada orang yang kita percaya, setelah itu kita harus menahan lidah kita untuk kembali curhat kepada orang lain. Aku mungkin sudah ribuan kali meminta dukungan dari teman-temanku sejak kematian ibuku, namun kali ini aku benar-benar tidak ingin menceritakannya kepada orang asing hanya untuk mendapatkan sebuah empati lagi. Dan memang aku pun tak berharap seluruh dunia tahu luka batin yang sedang kurasakan ini.
Semuanya dimulai disini, di Gili Trawangan ini. Mencari arti hidup, kutemukan jawabannya disini. Perenungan akan masa laluku, kudapatkan pencerahannya disini. Luka batinku yang teramat dalam karena patah hati dan ibuku meninggal, berlahan mulai sembuh sejak disini. Semangat untuk menjalani kehidupanku, mulai pulih sejak disini. Aku menjadi seorang traveler, dimulai dari sini. Aku mencintai kehidupanku, dan makin mencintai hidupku sejak dari sini. Gili Trawangan adalah cinta pertamaku.
Aku menikmati liburanku di gili. Aku menikmati setiap detik aku menghirup nafas disini. Tiga hari rasanya begitu singkat. Kalau saja aku tidak begitu inginnya ke Senggigi, kalau saja aku tidak janji kepada temanku akan datang ke Ubud, tentu saja aku akan tinggal lebih lama disini - di pulau yang indah ini - sampai masa liburanku selesai.
Tempat selanjutnya yang aku datangi adalah Senggigi. Namun tidak banyak yang bisa aku ceritakan karena setelah kecelakaan motor yang kualami disini membuatku ingin secepatnya menyebrang ke Bali. Dan lagi pesona Gili Trawangan masih begitu kuat di dalam pikiranku. Mungkin jika suatu hari nanti aku kembali ke Lombok, aku akan menyempatkan diriku untuk benar-benar menikmati Senggigi.
Selama di Ubud, aku menikmati setiap detiknya walau cuma ngobrol-ngobrol dengan teman lama, dan topiknya tidak jauh-jauh dari laki-laki, haha. Aku sudah cukup puas menikmati pantai di Lombok, jadi aku tidak mengharapkan pantai lagi di Bali. Kehidupan Ubud yang tenang dan damai sudah cukup membuatku menikmati liburanku, walaupun temanku selalu kuatir aku merasa bosan.
Waktu terus berjalan, lima hari di Bali terasa begitu singkat. Dan di tiket di tanganku, tertulis jam penerbangan besok ke Bandung.
Ada perubahan rencana dalam tujuanku di Bandung, dan aku sangat bersyukur Siska menerimaku dengan tangan terbuka walaupun permintaanku menginap di rumahnya terlalu mendadak. Aku dan Siska tidak henti-hentinya ngobrolin tentang laki-laki. Sepertinya bagi wanita, topik mengenai laki-laki memang tak ada habis-habisnya ya ^_^.
Libur telah usai, saatnya pulang ke rumah. Aku pulang dengan membawa banyak cerita. Aku pulang dengan manusia baru yang ada di dalam diriku.
Aku publish beberapa foto perjalananku di facebook. Albumnya aku beri judul Sebuah Perjalanan dengan keterangan:
Sebuah perjalanan ini menjadi begitu berharga dan sangat menyenangkan merupakan hadiah Tuhan buatku setelah apa yang sudah kulewati beberapa bulan terakhir. Dan orang-orang yang Tuhan pilih untuk membuat perjalananku berwarna dan menyenangkan:
And the rest is history....
Ini adalah kisahku. Sebuah perjalanan yang membawaku pergi jauh dari rumah, ke tempat-tempat baru, bertemu orang-orang baru, melarikan diri sejenak dari kehidupan, setelah itu kembali ke rumah.
Sejak ibuku meninggal, emosi dan jiwaku terus down, harapan hidupku semakin lama semakin menipis, dan aku pun mengalami gejala skizofernia alias ganguan jiwa. Di tahun yang sama, beberapa bulan sebelumnya, aku juga kehilangan cinta pertamaku. Aku patah hati dan membuatku depresi hingga terkena alergi kulit.
Setelah ibuku meninggal, adikku pindah ke Jakarta. Susah sekali mencari sekolah untuk adikku yang masih SMP padahal dokumen kepindahan sudah lengkap. Dalam tiga bulan entah sudah berapa puluh kali kami ditolak dengan alasan pendaftaran siswa baru sudah ditutup. Hal ini begitu menguras kekuatanku secara fisik dan emosi.
Ah... banyak sekali masalah yang terjadi dalam hidupku.
Tiap hari aku melakukan meditasi untuk menenangkan pikiranku. Aku juga beberapa kali konsultasi dengan seorang psikolog. Selain itu aku juga sering konseling ke gereja, dengan berurai air mata aku memohon untuk mendoakanku supaya aku diberi kekuatan oleh Tuhan untuk bisa melalui ini semua.
Aku sudah terlalu letih dengan hidupku. Emosiku berada di ujung tanduk. Lalu aku memutuskan untuk pergi berlibur ke tempat yang jauh. Kemana saja, yang penting pergi sejauh-jauhnya dari Jakarta. Dan inilah yang membuatku melakukan perjalanan hingga ke pulau Lombok. Seorang diri.
Sekarang aku berada di Gili Trawangan. Hari pertamaku di gili, aku mencoba menangis seperti yang biasa kulakukan tiap hari, tapi ternyata air mataku tidak keluar. Keesokan harinya, aku coba lagi menangis, tapi air mataku tidak juga keluar.
Di gili ada seorang pria yang bertanya kepadaku kenapa aku bisa pergi jauh dari rumah dan jalan-jalan seorang diri. Aku hanya menjawab dengan singkat bahwa hatiku sedang terluka. Dia cuma terdiam memandangku dengan alis sedikit terangkat. Syukurlah tidak ada pertanyaan lanjutan.
Sekiranya dia bertanya lagi, tentu saja aku tidak akan menjawabnya. Dalam buku Don't sweat the small stuff for women, sang penulis mengatakan jika kita punya masalah sebaiknya kita hanya menceritakannya sekali saja kepada orang yang kita percaya, setelah itu kita harus menahan lidah kita untuk kembali curhat kepada orang lain. Aku mungkin sudah ribuan kali meminta dukungan dari teman-temanku sejak kematian ibuku, namun kali ini aku benar-benar tidak ingin menceritakannya kepada orang asing hanya untuk mendapatkan sebuah empati lagi. Dan memang aku pun tak berharap seluruh dunia tahu luka batin yang sedang kurasakan ini.
Pantai di Gili Trawangan |
Aku menikmati liburanku di gili. Aku menikmati setiap detik aku menghirup nafas disini. Tiga hari rasanya begitu singkat. Kalau saja aku tidak begitu inginnya ke Senggigi, kalau saja aku tidak janji kepada temanku akan datang ke Ubud, tentu saja aku akan tinggal lebih lama disini - di pulau yang indah ini - sampai masa liburanku selesai.
Tempat selanjutnya yang aku datangi adalah Senggigi. Namun tidak banyak yang bisa aku ceritakan karena setelah kecelakaan motor yang kualami disini membuatku ingin secepatnya menyebrang ke Bali. Dan lagi pesona Gili Trawangan masih begitu kuat di dalam pikiranku. Mungkin jika suatu hari nanti aku kembali ke Lombok, aku akan menyempatkan diriku untuk benar-benar menikmati Senggigi.
Pemandangan dari villa Paloma, Ubud |
Waktu terus berjalan, lima hari di Bali terasa begitu singkat. Dan di tiket di tanganku, tertulis jam penerbangan besok ke Bandung.
Ada perubahan rencana dalam tujuanku di Bandung, dan aku sangat bersyukur Siska menerimaku dengan tangan terbuka walaupun permintaanku menginap di rumahnya terlalu mendadak. Aku dan Siska tidak henti-hentinya ngobrolin tentang laki-laki. Sepertinya bagi wanita, topik mengenai laki-laki memang tak ada habis-habisnya ya ^_^.
Libur telah usai, saatnya pulang ke rumah. Aku pulang dengan membawa banyak cerita. Aku pulang dengan manusia baru yang ada di dalam diriku.
Aku publish beberapa foto perjalananku di facebook. Albumnya aku beri judul Sebuah Perjalanan dengan keterangan:
This is my first solo traveling. Sebuah perjalanan yang membuka mataku lebih lebar lagi bahwa betapa indahnya alam Indonesia. Sebuah perjalanan yang membuatku makin dekat ama alam. Sebuah perjalanan yang mengajariku betapa beragamnya penduduk Indonesia dan pentingnya saling menghormati. Sebuah perjalanan yang memberiku banyak inspirasi. Sebuah perjalanan yang memberiku banyak sekali pengalaman yang sangat berkesan dan pelajaran berharga. Sebuah perjalanan yang membuatku makin mencintai hidup dan menghargai diri sendiri. Sebuah perjalanan yang memberikan babak baru dalam hidupku. Sebuah perjalanan yang membuatku ketagihan untuk melakukannya lagi dan lagi.Setelah aku kembali ke Jakarta, aku menjalani kehidupanku dengan kekuatan yang baru. Beberapa bulan terakhir kujalani tanpa adanya semangat hidup. Tekanan-tekanan hidup yang datang silih berganti benar-benar menguras habis kekuatanku. Namun, sekarang aku sudah bangkit dari keterpurukanku. Hatiku penuh dengan ucapan syukur dan perasaan bahagia.
Sebuah perjalanan ini menjadi begitu berharga dan sangat menyenangkan merupakan hadiah Tuhan buatku setelah apa yang sudah kulewati beberapa bulan terakhir. Dan orang-orang yang Tuhan pilih untuk membuat perjalananku berwarna dan menyenangkan:
- Joni yang sudah menemaniku ngobrol malam itu di Gili Trawangan dan Krey yang menemaniku menyusuri pantai keliling pulau. Aku sangat senang bisa mengenal kalian. Hanya satu pesanku: lain kali jangan jatuh cinta kepada pelancong seperti aku yang hanya tinggal sementara waktu saja disana.
- Pak Marwan, tukang ojek di Pemenang. Suatu hari saya pasti akan nyari bapak disana. Dan mas yang punya pick-up di Senggigi, thanks to be nice to me.
- Pak Janan, aku akan terus ingat filosofi hidup bapak untuk membantu sesama manusia. Terima kasih Pak sudah menolong orang tersesat seperti saya. Terima kasih juga buat Mba Yuli di Saba, kebaikan yang sudah kuterima akan kuingat seumur hidupku. Suatu hari nanti aku akan datang lagi kesana. Pasti.
- Kak Jesica, mungkin menurut kakak, selama di Ubud aku merasa bosan, tapi sebenarnya aku sangat menikmatinya.
- Bli Nyoman, ngobrol-ngobrol ama bli dari Ubud ke bandara sangat menyenangkan dan makasih info Virgin Beach nya.
- Siska, sampe sekarang aku masih suka ketawa klo ingat sepanjang malam itu kita ngobrol-ngobrol bahkan lanjut sampe besok paginya
[Catatan penulis: Saat ini (benar-benar saat ini) aku menyadari bahwa liburanku di Ubud tanpa ada aktivitas (yang dianggap temanku sebagai liburan yang membosankan) merupakan bagian dari proses pemulihanku. Waktu itu aku tidak begitu menyadarinya, namun sekarang aku mengerti bahwa aku perlu memberi waktu untuk diriku sendiri untuk menikmati ketenangan dan memberi kesempatan kepada sang waktu untuk menyembuhkan batinku yang sedang terluka ini. Tulisan ini aku tulis pada tanggal 26 Desember 2011, aku sudah jauh lebih kuat dan tegar dalam menghadapi hidup dan segala tantangannya. Emosiku juga udah lebih stabil.]
And the rest is history....
Comments
Post a Comment