8> Senja di Gili Trawangan
Aku cape sekali, aku mau tidur dulu. Kalau dipikir-pikir selama liburan ini aku kebanyakan tidur deh. Jauh-jauh aku datang kesini ternyata hanya untuk tidur, haha. Jadi memang sebuah pilihan yang tepat aku tidak ikut paket tur. Kalau ikut tur, saat ini aku pasti sudah berada entah dimana dan hanya bisa tidur pada malam hari. Tapi ya sudahlah, aku mau istirahat. Aku pasang alarmku jam 2.
Zzzzzzzzzzzzzzz....
Tepat jam 2, alarmku berbunyi dengan nyaringnya. Aku masih cape sekali dan badanku juga berasa sakit. Aku lanjutkan tidur. Dan ketika aku terbangun, ternyata sudah jam 3. Waduh, aku udah janji ama Krey bakal liat dia berselancar. Aku merasa ga enak hati kalau aku tidak jadi datang. Dia sudah dengan suka rela menjadi pemanduku. Tadi dia ada menyinggung soal tarif. Aku tanya berapa yang harus aku bayar dan dia bilang hanya becanda. Lalu dia traktir aku cola-cola, padahal tadinya aku berniat membelikannya minum sebagai ungkapan terima kasih sudah mengajakku keliling pulau tadi pagi. Nah, aku jadi bingung apakah aku harus memberinya tip atau tidak. Tapi yang paling penting sekarang adalah aku sudah berjanji akan datang, sebaiknya aku segera bergegas mandi.
Air di penginapanku ga enak banget, masih mengandung air asin. Tapi mau gimana lagi, aku memang sengaja ingin tinggal di penginapan murah karena aku ingin sekali mencoba perjalanan ala backpacker.
Tepat jam 4, aku tiba di cafe milik Krey dan teman-temannya. Ternyata dia tidak jadi berselancar karena angin sedang tidak bagus. Dia mengajakku duduk-duduk di pantai. Kami ngobrol-ngobrol banyak hal. Kami melanjutkan obrolan kami tadi pagi.
Dia bercerita bahwa baru-baru ini dia punya pacar. Mereka kenalan ketika si wanita Amerika itu sedang berlibur di Trawangan. Wanita itu sudah kembali ke negaranya. Wanita itu kelihatannya sangat menyukai Krey dan berjanji akan datang lagi. Entah gara-gara sekolah atau hal lain, wanita itu batal datang lagi ke Indonesia bulan ini, namun dia berjanji akan datang di bulan Desember. Krey tetap menunggunya. Namun ketika dia mengatakannya ada keraguan tersirat dalam ucapannya. Satu lagi kisah roman antara dua insan beda benua.
Aku bertanya kenapa dia tidak mencari wanita lokal saja. Dia tidak menjawab. Dia balik bertanya padaku darimana aku tau Gili Trawangan. Aku katakan padanya bahwa sebenarnya aku hanya kenal nama Lombok. Lalu entah kapan, aku pernah nonton acara mengenai Gili Trawangan di TV.
Tiba-tiba dia menanyakan kenapa aku bisa datang sendiri. Aku bilang aku sedang patah hati dan tiba-tiba saja aku sudah berada disini. Dia menoleh ke arahku namun tidak mengatakan sepatah kata pun. Dan aku pun tidak ingin menjelaskan apapun padanya. Bukan karena akan membuka luka lama, tapi karena aku memang tidak ingin curhat padanya.
Sambil ngobrol-ngobrol dengannya di pantai, aku juga menikmati pemandangan yang tidak akan pernah aku lihat di Jakarta. Wanita-wanita berbikini yang sedang berjemur. Bahkan ada yang topless sambil berjemur. Yang paling berkesan ketika ada dua laki-laki Perancis sedang narsis. Salah satunya ingin difoto sedang memegang papan selancar tanpa sehelai benang pun menutupi bagian tubuhnya. Benar-benar bugil. Entah karena aku terkesima atau sedang dihinggapi roh apa, mataku tak lepas memandangi laki-laki bugil tersebut. Sadar ada yang sedang melotot kepadanya, lalu dia cepat-cepat pakai celana dan langsung masuk ke dalam air.
Tiba-tiba Krey berkata, "Ayo kesana!"
"Kemana?"
"Liat sunset."
Dia membawaku ke sebuah tempat. Krey bilang bahwa tempat ini bernama Sunset Bar. Di malam grand opening yang begitu meriah, pemiliknya yang orang Arab tiba-tiba terkena serangan jantung lalu meninggal seketika itu juga. Sejak hari itu sampai sekarang, bar ini tidak pernah dibuka lagi.
Kami ngobrol-ngobrol sambil menunggu matahari tenggelam di ufuk barat.
Tak berapa lama, lima orang turis bule datang. Mereka duduk tidak jauh dari kami. Tiba-tiba salah satu dari mereka terus berjalan ke arah kami. Dia melihatku tanpa berkedip. Aku bisa tahu karena aku juga sedang melihatnya. Dalam hatiku, apa dia tidak sadar bahwa teman-temannya sudah duduk di pojok sana. Atau dia begitu terpesona melihat kecantikanku (katanya lebih baik memuji diri sendiri daripada tidak dipuji sama sekali, haha) sehingga dia ingin menghampiriku. Ketika dia melihat Krey. Tiba-tiba saja dia memutar badannya 180 derajat.
Aku: "Hey, apa yang dia lakukan?!"
Krey: "Hallo... need help man?"
Pria itu tidak menjawab bahkan tidak menoleh ke arah kami, dia kembali kepada teman-temannya. Lalu, pria itu datang lagi tapi kali ini berdiri cukup jauh dari tempat kami. Dia melakukan hal-hal konyol dan terus melihat ke arahku. Dan aku pun terus melihat ke arahnya. Aku ingin berkenalan dengannya.
Dan sepertinya Krey sadar apa yang akan terjadi antara diriku dan pria itu. Pria itu tidak berhenti melihatku dan aku pun terus memandang ke arahnya. Tiba-tiba saja Krey mengajakku pindah. Aku protes.
"Disini saja. Tadi kamu bilang disini tempat yang paling pas liat sunset."
"Ayo pindah saja."
"Kenapa sih kalau disini saja?"
"Disini terlalu rame."
"Yah gpp. Toh kita cuma mo liat sunset."
"Ayo pergi saja!"
"Disini saja. Lagian malas pindah-pindah lagi. Disini saja."
"Disana saja."
"Ya udah klo gitu, kamu saja yang pergi kesana. Nanti aku nyusul."
"Ayolah pergi!"
Bagaimana mungkin aku pergi dari sini?! Aku kan belum berkenalan dengan pria itu. Aku ingin kenalan dengannya. Dan ini satu-satunya kesempatanku. Aku tetap protes ga mau pergi, tapi Krey terus-menerus memaksaku. Aku tidak terlalu suka berdebat demi hal yang tidak begitu penting. Akhirnya aku menyerah. Kesempatan berkenalan dengan pria itu hilang deh. Mungkin kami memang belum berjodoh untuk berkenalan.
Aku mengikuti Krey. Dan kali ini dia memilih pantai yang benar-benar sepi.
"Besok jadi ke Senggigi?"
"Iya jadi."
"Aku lagi patah hati."
Aku kaget, sekaget-kagetnya. Bukankah tadi dia mengatakan bahwa dia sedang jatuh cinta ama wanita Amerika itu?!
Sambil berdesah panjang, dia mengucapkan, "Ahhhhhhh... aku lagi patah hati." Dan untuk kesekian kalinya dia mengucapkan kata-kata yang sama. Namun, aku tidak ingin bertanya mengenai hatinya yang sedang patah itu.
Akhirnya matahari pun muncul di ufuk barat. Kami mengambil beberapa foto dengan latar belakang matahari terbenam. Tak jauh dari tempat kami, ternyata banyak juga turis-turis lain yang juga menunggu momen ini. Macam-macam cara mereka mengabadikannya. Ada yang hanya ingin memotret pemandangan alamnya. Ada yang lagi duduk di pantai dengan latar belakang matahari terbenam. Oh ya, ada sepasang turis India, yang prianya ingin difoto sambil memegang air laut dan latar belakangnya tentu saja matahari terbenam. Lalu ada lagi sepasang bule yang wanitanya ingin difoto sedang melompat. Pokoknya macam-macamlah.
Lalu matahari pun tenggelam di tengah lautan. Dan kami pun pulang.
Di sepanjang jalan, ketika kami kembali ke pusat keramaian Gili Trawangan, Krey berkali-kali menggumamkan dia sedang patah hati. Aku diam saja. Ketika dia ingin mengantarku ke penginapan, aku katakan terima kasih, aku sendiri saja.
Setelah makan malam, aku kembali ke penginapan. Aku kemasi semua barang-barangku, besok pagi aku akan check out.
Zzzzzzzzzzzzzzz....
Tepat jam 2, alarmku berbunyi dengan nyaringnya. Aku masih cape sekali dan badanku juga berasa sakit. Aku lanjutkan tidur. Dan ketika aku terbangun, ternyata sudah jam 3. Waduh, aku udah janji ama Krey bakal liat dia berselancar. Aku merasa ga enak hati kalau aku tidak jadi datang. Dia sudah dengan suka rela menjadi pemanduku. Tadi dia ada menyinggung soal tarif. Aku tanya berapa yang harus aku bayar dan dia bilang hanya becanda. Lalu dia traktir aku cola-cola, padahal tadinya aku berniat membelikannya minum sebagai ungkapan terima kasih sudah mengajakku keliling pulau tadi pagi. Nah, aku jadi bingung apakah aku harus memberinya tip atau tidak. Tapi yang paling penting sekarang adalah aku sudah berjanji akan datang, sebaiknya aku segera bergegas mandi.
Air di penginapanku ga enak banget, masih mengandung air asin. Tapi mau gimana lagi, aku memang sengaja ingin tinggal di penginapan murah karena aku ingin sekali mencoba perjalanan ala backpacker.
Tepat jam 4, aku tiba di cafe milik Krey dan teman-temannya. Ternyata dia tidak jadi berselancar karena angin sedang tidak bagus. Dia mengajakku duduk-duduk di pantai. Kami ngobrol-ngobrol banyak hal. Kami melanjutkan obrolan kami tadi pagi.
Dia bercerita bahwa baru-baru ini dia punya pacar. Mereka kenalan ketika si wanita Amerika itu sedang berlibur di Trawangan. Wanita itu sudah kembali ke negaranya. Wanita itu kelihatannya sangat menyukai Krey dan berjanji akan datang lagi. Entah gara-gara sekolah atau hal lain, wanita itu batal datang lagi ke Indonesia bulan ini, namun dia berjanji akan datang di bulan Desember. Krey tetap menunggunya. Namun ketika dia mengatakannya ada keraguan tersirat dalam ucapannya. Satu lagi kisah roman antara dua insan beda benua.
Aku bertanya kenapa dia tidak mencari wanita lokal saja. Dia tidak menjawab. Dia balik bertanya padaku darimana aku tau Gili Trawangan. Aku katakan padanya bahwa sebenarnya aku hanya kenal nama Lombok. Lalu entah kapan, aku pernah nonton acara mengenai Gili Trawangan di TV.
Tiba-tiba dia menanyakan kenapa aku bisa datang sendiri. Aku bilang aku sedang patah hati dan tiba-tiba saja aku sudah berada disini. Dia menoleh ke arahku namun tidak mengatakan sepatah kata pun. Dan aku pun tidak ingin menjelaskan apapun padanya. Bukan karena akan membuka luka lama, tapi karena aku memang tidak ingin curhat padanya.
Sambil ngobrol-ngobrol dengannya di pantai, aku juga menikmati pemandangan yang tidak akan pernah aku lihat di Jakarta. Wanita-wanita berbikini yang sedang berjemur. Bahkan ada yang topless sambil berjemur. Yang paling berkesan ketika ada dua laki-laki Perancis sedang narsis. Salah satunya ingin difoto sedang memegang papan selancar tanpa sehelai benang pun menutupi bagian tubuhnya. Benar-benar bugil. Entah karena aku terkesima atau sedang dihinggapi roh apa, mataku tak lepas memandangi laki-laki bugil tersebut. Sadar ada yang sedang melotot kepadanya, lalu dia cepat-cepat pakai celana dan langsung masuk ke dalam air.
Tiba-tiba Krey berkata, "Ayo kesana!"
"Kemana?"
"Liat sunset."
Dia membawaku ke sebuah tempat. Krey bilang bahwa tempat ini bernama Sunset Bar. Di malam grand opening yang begitu meriah, pemiliknya yang orang Arab tiba-tiba terkena serangan jantung lalu meninggal seketika itu juga. Sejak hari itu sampai sekarang, bar ini tidak pernah dibuka lagi.
Kami ngobrol-ngobrol sambil menunggu matahari tenggelam di ufuk barat.
Turis lain yang lagi menunggu matahari terbenam |
Aku: "Hey, apa yang dia lakukan?!"
Krey: "Hallo... need help man?"
Pria itu tidak menjawab bahkan tidak menoleh ke arah kami, dia kembali kepada teman-temannya. Lalu, pria itu datang lagi tapi kali ini berdiri cukup jauh dari tempat kami. Dia melakukan hal-hal konyol dan terus melihat ke arahku. Dan aku pun terus melihat ke arahnya. Aku ingin berkenalan dengannya.
Dan sepertinya Krey sadar apa yang akan terjadi antara diriku dan pria itu. Pria itu tidak berhenti melihatku dan aku pun terus memandang ke arahnya. Tiba-tiba saja Krey mengajakku pindah. Aku protes.
"Disini saja. Tadi kamu bilang disini tempat yang paling pas liat sunset."
"Ayo pindah saja."
"Kenapa sih kalau disini saja?"
"Disini terlalu rame."
"Yah gpp. Toh kita cuma mo liat sunset."
"Ayo pergi saja!"
"Disini saja. Lagian malas pindah-pindah lagi. Disini saja."
"Disana saja."
"Ya udah klo gitu, kamu saja yang pergi kesana. Nanti aku nyusul."
"Ayolah pergi!"
Bagaimana mungkin aku pergi dari sini?! Aku kan belum berkenalan dengan pria itu. Aku ingin kenalan dengannya. Dan ini satu-satunya kesempatanku. Aku tetap protes ga mau pergi, tapi Krey terus-menerus memaksaku. Aku tidak terlalu suka berdebat demi hal yang tidak begitu penting. Akhirnya aku menyerah. Kesempatan berkenalan dengan pria itu hilang deh. Mungkin kami memang belum berjodoh untuk berkenalan.
Aku mengikuti Krey. Dan kali ini dia memilih pantai yang benar-benar sepi.
"Besok jadi ke Senggigi?"
"Iya jadi."
"Aku lagi patah hati."
Aku kaget, sekaget-kagetnya. Bukankah tadi dia mengatakan bahwa dia sedang jatuh cinta ama wanita Amerika itu?!
Sambil berdesah panjang, dia mengucapkan, "Ahhhhhhh... aku lagi patah hati." Dan untuk kesekian kalinya dia mengucapkan kata-kata yang sama. Namun, aku tidak ingin bertanya mengenai hatinya yang sedang patah itu.
Matahari terbenam di Gili Trawangan |
Lalu matahari pun tenggelam di tengah lautan. Dan kami pun pulang.
Di sepanjang jalan, ketika kami kembali ke pusat keramaian Gili Trawangan, Krey berkali-kali menggumamkan dia sedang patah hati. Aku diam saja. Ketika dia ingin mengantarku ke penginapan, aku katakan terima kasih, aku sendiri saja.
Setelah makan malam, aku kembali ke penginapan. Aku kemasi semua barang-barangku, besok pagi aku akan check out.
Comments
Post a Comment